IDI Ingatkan Pemerintah Jaga Kualitas PPDS Basis RS dan Universitas

Amelia Yesidora
9 Mei 2024, 08:30
Dokter ahli memeriksa gigi dan mulut pasien di pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) Ulee Kareng, Banda Aceh, Aceh, Kamis (2/2/2023).
ANTARA FOTO/ Irwansyah Putra/foc.
Dokter ahli memeriksa gigi dan mulut pasien di pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) Ulee Kareng, Banda Aceh, Aceh, Kamis (2/2/2023).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Ikatan Dokter Indonesia atau IDI mendorong pemerintah agar memperhatikan standar Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS berbasis rumah sakit yang diluncurkan Senin (6/5). IDI menilai pemerintah perlu melibatkan Kolegium Dokter Indonesia dalam membuat standar pendidikan yang sama dengan PPDS berbasis universitas.

"Standar kompetensi dokter spesialis dari PPDS berbasis rumah sakit harus sama yang berbasis universitas,” kata Ketua Umum Pengurus Besar IDI, Adib Khumaidi lewat sambungan telepon pada Katadata, dikutip Kamis (9/5).

Adib menilai pentingnya Kolegium Dokter Indonesia dilibatkan dalam membuat standar pendidikan, sehingga dokter spesialis yang dihasilkan pun setara. Kolegium Dokter Indonesia sendiri adalah lembaga independen yang dibentuk organisasi profesi spesialis untuk menjaga mutu pendidikan, kompetensi, hingga praktik dokter spesialis.

Ia juga menjelaskan jangan sampai ada perbedaan layaknya proses pendidikan dan training course atau kursus pelatihan. Baginya, proses pendidikan bisa menghasilkan kompetensi yang berbeda dengan training course.

“Tapi kalau PPDS di rumah sakit dan universitas itu berasal dari kolegium yang sama, proses seleksi yang sama, termasuk adanya ujian board yang sama, sehingga produknya sama, itu enggak masalah,” ujarnya.

Selain mutu dokter, Adib juga menekankan pentingnya kesamaan dalam proses pendidikannya. Ia menyinggung dokter yang belajar dalam PPDS berbasis rumah sakit yang tidak membayar biaya sepeser pun, tapi memperoleh duit dari pemerintah. Hal ini berbeda dengan PPDS berbasis universitas, dokter harus membayar uang pangkal dan uang kuliah tunggal.

“Jangan sampai ada ketidakadilan dalam proses pendidikan, satu dibayari dan satu lagi tidak dibayari. Proses pendidikannya harus sama dan nanti akhirnya negara juga yang mempunyai hak mengatur penempatannya,” kata Adib.

IDI mendorong pemerintah memberi subsidi bagi PPDS, baik berbasis universitas dan rumah sakit. Mereka mengapresiasi insentif dan tidak ada uang kuliah bagi PPDS berbasis rumah sakit.

Di sisi lain, Adib optimistis jumlah pendidik untuk calon dokter spesialis Tanah Air ini masih cukup. Pendapat ini didasarkan pada adanya program Kementerian Kesehatan yang mengupayakan kerjasama antara perguruan tinggi dan rumah sakit pendidikan.

Program yang diluncurkan pada 2022 lalu ini, kata Adib, bisa meningkatkan dua sampai tiga kali lipat kuota calon dokter spesialis yang diterima. Karena program ini sudah berjalan dua tahun lamanya, menurut Adib, rasio dokter spesialis Indonesia pun sudah meningkat dan beberapa sudah bisa menjadi pengajar.

“Harusnya sih cukup. Tinggal tidak perlu ada dikotomi, karena enam rumah sakit yang bekerjasama dengan Kemenkes untuk PPDS sekarang, sebenarnya adalah RS pendidikan yang sudah lebih dulu mencetak dokter spesialis,” katanya.

Reporter: Amelia Yesidora
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...