SYL Bacakan Pleidoi: Apa karena Beda Politik, Saya jadi Target Hukum?
Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mempertanyakan penetapan tersangka dirinya dalam perkara dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan). Dalam nota pembelaan atau pleidoi yang disampaikannya, SYL mempertanyakan status tersangka dengan partai tempatnya bernaung yakni NasDem.
"Terkadang saya berpikir dan berasumsi bahwa, apakah karena alasan politik saya dijadikan target proses hukum? Apakah karena partai di mana saya beraktivitas politik sebelumnya terkadang berbeda pilihan dengan keinginan pemegang kekuasaan tertentu?" Kata SYL dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (5/7).
Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu mempertanyakan status tersangka yang menjeratnya setelah menduduki kursi Menteri. Dirinya mengklaim, uang yang diterimanya merupakan honor dan uang perjalanan dinas yang menurutnya selalu ditanyakan terlebih dahulu sumbernya pada para anak buahnya. Ia menyebut, segala uang yang diterimanya sudah sesuai dengan aturan yang ada sebagai hak seorang Menteri.
"Apabila saya memang berniat melakukan itu, saya pasti sudah melakukannnya sejak dari dulu menjabat di daerah dan apabila hal tersebut terjadi, dengan rentang waktu karier saya sebagai birokrat yang panjang, saya pasti akan sudah menjadi salah satu orang yang sangat kaya raya di Indonesia ini," kata dia.
Di sisi lain, SYL mengatakan dirinya telah banyak berkontribusi di pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Ia pun curiga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadikan alat politik.
"Benarkah asumsi banyak orang, bahwa hukum dijadikan sebagai alat kekuasaan untuk menekan lawan politik atau pihak yang berbeda. Hukum digunakan untuk membungkam pihak lawan. Wallahu a'lam bi as-shawab," kata dia.
Adapun, Partai NasDem saat Pilpres 2024 mengusung pasangan calon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Sedangkan putra Jokowi, menjadi cawapres nomor urut 2 mendampingi Prabowo Subianto.
SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023. Pemerasan diduga dilakukan bersama Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021-2023 serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan 2023, Muhammad Hatta.
Dalam perkara itu Kasdi dan Muhammad Hatta menjadi koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya. Uang tersebut antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.