Kemenkes Rancang Pertolongan Pertama Serangan Jantung di Puskesmas
Kementerian Kesehatan meluncurkan program Farmako Invasif Strategi Tatalaksana ST Elevation Myocardial Infarction alias FASTEMI. Program ini bertujuan memberi pertolongan pertama pada pasien serangan jatung tipe STEMI lewat obat penghancur bekuan darah.
Menurut Pimpinan Pilot Project Program FASTEMI, Isman, selama ini pertolongan serangan jantung STEMI hanya bisa dilakukan di provinsi dan kota besar. Program ini sedang dalam tahap uji coba di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dan Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat.
Ia mengatakan daerah kerap sulit memberi pertolongan pasien serangan jantung STEMI karena butuh alat khusus yakni elektrokardiogram atau EKG dan ditangani dengan catheterization laboratory (cath lab). Dengan cath lab, dokter bisa membuka sumbatan pembuluh darah di jantung.
“Daerah yang tidak punya cath lab dan dokter jantung, pasien bisa ditolong dengan FASTEMI menggunakan obat-obatan penghancur bekuan darah yaitu tenecteplase,” ujar Isman dilansir dari laman resmi Kementerian Kesehatan, Senin (15/7).
Program FASTEMI sendiri sudah dimulai sejak November 2023 dan dipercepat pada Maret—April 2024. Perluasan pilot project ini bakal menyasar 34 provinsi di Indonesia dan melibatkan 34 RS pengampu yang membimbing puskesmas di daerahnya.
“Selain diberikan obat tenecteplase, puskesmas juga akan disiapkan perangkat-perangkat untuk pertolongan gawat darurat,” kata Isman.
Kemenkes juga akan menyediakan perangkat pertolongan gawat darurat pasien jantung ke puskesmas. Perangkat ini meliputi defibrillator atau Automated External Defibrillator (AED), alat EKG, dan obat-obatan yang diperlukan untuk penanganan serangan jantung seperti heparin, enoxaparin, clopidogrel, dan aspirin.
Dengan adanya pemberian alat dan obat ini, Puskesmas akan menjadi tempat pertolongan pertama serangan jantung tipe STEMI. Setelah diberi obat penghancur bekuan darah, pasien bisa dirujuk ke rumah sakit.
Sistem Kerja FASTEMI
Isman menjelaskan, pada prinsipnya FASTEMI mengupayakan dokter puskesmas menyuntikkan obat tenecteplase untuk menghancurkan bekuan darah di pasien serangan jantung tipe STEMI.
Ketika aliran pembuluh darah terbuka kembali, keluhan nyeri dada berkurang, pasien menjadi lebih tenang. Setelah itu, pasien dapat dirujuk ke rumah sakit untuk melakukan kateter keesokan harinya.
Ada juga sistem komando verifikasi seperti halnya Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT), yakni berupa Command Center. Pihak yang bertindak sebagai Command Center di tiap provinsi adalah rumah sakit rujukan provinsi, yang juga bertugas sebagai rumah sakit pengampu.
Dalam masa uji coba ini, contoh rumah sakit pengampu adalah RSUP Dr. M. Djamil Padang dan RSUP Hasan Sadikin, Kabupaten Sukabumi. Selain itu, ada 10 puskesmas di Sukabumi yang mengirim laporan pasien nyeri dada dan hasil EKG.
“RSUP Hasan Sadikin akan menerima hasil EKG dan memberikan kesimpulan sekaligus rekomendasi, bahwa pasien yang bersangkutan mengalami STEMI," kata Isman.