Kualitas Udara Jakarta Terburuk Kedua di Dunia Pagi Ini
Kualitas udara di Jakarta pada Senin (26/8) menduduki posisi kedua sebagai kota dengan udara terburuk di dunia. Secara kualitas, udara Jakarta masuk kategori tidak sehat.
Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 05.20 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada di angka 177 atau masuk dalam kategori tidak sehat. Polusi udara PM2.5 dan nilai konsentrasi 92 mikrogram per meter kubik.
Angka itu menunjukkan tingkat kualitas udaranya tidak sehat bagi kelompok sensitif karena dapat merugikan manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif. Situasi ini juga bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.
Sedangkan kategori baik yakni tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan. Namun situasi ini tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika dengan rentang PM2,5 sebesar 0-50.
Selanjutnya kategori sedang yakni kualitas udaranya yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan. Meski begitu situasi ini berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika dengan rentang PM2,5 sebesar 51-100.
Lalu, kategori sangat tidak sehat dengan rentang PM2,5 sebesar 200-299 atau kualitas udaranya dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar. Terakhir, berbahaya (300-500) atau secara umum kualitas udaranya dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi.
Kota dengan kualitas udara terburuk urutan pertama yaitu Kinshasa, Kongo. Kota Kinshasa berada di angka 184, urutan ketiga Kuwait City, Kuwait di angka 164. Selanjutnya urutan keempat Kampala, Uganda di angka 151 dan urutan kelima Busan, Korea Selatan di angka 124.
Lalu urutan keenam Cairo City, Mesir di angka 119. Urutan ketujuh Lahore, Pakistan di angka 119. Urutan kedelapan Manama, Bahrain di angka 115, dan urutan kesembilan Accra, Ghana di angka 107. Adapun urutan kesepuluh Tashkent, Uzbekistan di angka 92.
Sebelumnya pemerintah terus mengintensifkan upaya pemantauan kualitas udara. Salah satuya dengan penambahan stasiun pemantauan di Indonesia, sebagai bagian dari upaya menekan pencemaran udara, menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHLK).
Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK Sigit Reliantoro dalam konferensi pers di Jakarta Rabu (21/8), menjelaskan bahwa saat ini di seluruh Indonesia terdapat 56 stasiun pemantau kualitas udara atau Air Quality Monitoring System (AQMS). Alat ini terpasang di wilayah yang rawan kebakaran hutan dan lahan, di ibu kota provinsi, dan beberapa kabupaten/kota.
"Tahun ini kita menambah sekitar 60 lagi, jadi nanti ada sekitar 120-an stasiun pemantauan kualitas udara. Termasuk menambah di lokasi-lokasi yang kemarin bolong di Pantura," kata Sigit.
Pemantauan terus dilakukan di berbagai wilayah dengan potensi kegiatan atau usaha yang dapat menyebabkan pencemaran udara. Termasuk di wilayah Jabodetabek yang kualitas udaranya menjadi sorotan dalam beberapa tahun terakhir.