Warga Dipidana akibat Pelihara Satwa Dilindungi, DPR Kritik Sosialisasi Minim
Komisi IV DPR RI menyoroti kasus Nyoman Sukena (38) dan Piyono (61) yang dipidana karena memelihara satwa dilindungi. Ia menyoroti ketidaktahuan warga Bali dan Jawa Timur tersebut erhadap peraturan yang ada.
Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan menilai, pemerintah gagal menyosialisasikan regulasi konservasi pada masyarakat. "Seharusnya Pemerintah bisa lebih gencar melakukan sosialisasi dan edukasi terkait satwa-satwa yang dilindungi," kata Daniel Johan, dalam keterangannya, Kamis (12/9).
Nyoman Sukena ditangkap pihak kepolisian karena memelihara empat ekor landak Jawa atau Hysterix javanica. Ia semula memelihara dua ekor landak yang berkembang menjadi 4 ekor.
Sukena kini ditahan dan tengah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, dengan dakwaan melanggar pasal Pasal 21 ayat 2 a juncto Pasal 40 ayat 2 UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE). Sukena terancam hukuman 5 tahun penjara.
Di sisi lain, seorang kakek warga Malang, Piyono divonis 5 bulan penjara karena memelihara ikan jenis aligator gar karena dinilai terbukti melanggar Pasal 88 Jo Pasal 16 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 2024 tentang Perikanan Jo PERMEN-KP RI No. 19/PERMEN-KP/2020.
Sukena dan Piyono mendapat dukungan dari masyarakat di media sosial karena mereka dipidana dalam kondisi tak mengetahui status hewan yang dipeliharanya merupakan satwa liar dilindungi.
Daniel mengatakan, pemerintah seharusnya lebih gencar melakukan sosialisasi dan edukasi tentang regulasi konservasi agar masyarakat memahami konsekuensi dari kepemilikan satwa yang dilindungi. Ini krena sebagian aturan masih relatif baru.
Ia menilai, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) maupun instansi terkait perlu membuat program-program edukasi yang jelas dan komprehensif tentang peraturan tersebut dan disebarkan secara masif. Akses informasi satwa dilindungi yang masih sangat terbatas menyebabkan timbulnya dua kasus tersebut.
"Kasus Sukena dan Piyono menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam hal sosialisasi, edukasi, dan penegakan hukum yang adil," kata Daniel.
Di sisi lain, Daniel menyoroti sanksi pidana yang dijatuhkan pada Sukena dan Piyono. Menurutnya, pembinaan lebih tepat untuk diterapkan dibanding pidana. Ia menilai, pihak berwajib juga tidak peka terkait masalah ini.
Menurut dia, penegak hukum maupun BKSDA seharusnya mengindahkan motif atau latar belakang kasus. Dalam kasus Sukena, ia memelihara landak Jawa karena dianggap sebagai hama oleh masyarakat setempat, sehingga ditangkapnya untuk melindungi tanaman warga.
"Kalau sekarang banyak masyarakat merasa marah atas hal ini ya saya kira wajar. Karena mereka ini bukan penjahat, dan kesalahan mereka juga dilandasi atas niat baik tapi malah ditangkap. Pemerintah dan penegak hukum seharusnya bisa beri keadilan yang humanis pada kasus-kasus seperti ini," tutup Daniel.