Pemerintah Akui Kepengurusan PMI di Bawah Jusuf Kalla, Kubu Agung Laksono Ilegal
Kementerian Hukum mengakui kepengurusan baru dan Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga (ART) Palang Merah Indonesia (PMI) di bawah kepemimpinan Jusuf Kalla (JK). Pengakuan itu diberikan setelah Kementerian Hukum melakukan kajian berdasarkan AD/ART PMI.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan hasil verifikasi atas kajian perkara dualisme kepemimpinan PMI menunjukkan bahwa PMI di bawah pimpinan JK merupakan sah. Pengakuan itu disampaikan secara langsung kepada PMI kubu Jusuf Kalla melalui surat resmi.
“Balasan surat itu perihal pengakuan kepengurusan baru PMI di bawah pimpinan mantan Wakil Presiden RI," ucap Supratman seperti dikutip Jumat (20/12).
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum PMI Jusuf Kalla mengatakan pengakuan dari Kemenkum sekaligus mengakhiri isu dualisme kepemimpinan di PMI. Sebelumnya terdapat kepemimpinan PMI hasil Munas tandingan yang digelar Agung Laksono.
"Prinsip PMI internasional adalah hanya satu PMI di setiap negara, sehingga saya kira persoalan dualisme kepemimpinan telah selesai," ujar JK.
Sementara itu, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkum Widodo menyebutkan bahwa jajarannya telah melakukan kajian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum memberi pengakuan kepada kepengurusan PMI yang dipimpin oleh JK. Dia menuturkan AD/ART kelompok JK sah, sehingga kepengurusan PMI pun mengikuti AD/ART tersebut.
Sebelumnya, kemunculan dualisme kepemimpinan PMI dimulai sejak Musyawarah Nasional (Munas) Ke-22 PMI. Dalam Munas itu, JK terpilih sebagai ketua PMI untuk ketiga kalinya. Namun, kelompok Agung Laksono menolak hasil tersebut. Mereka mengadakan Munas tandingan untuk menetapkan pemimpin baru.
Kubu Agung menilai Munas resmi penuh kejanggalan, membatasi aspirasi, serta ada upaya memaksakan kepemimpinan JK. Mereka juga mengkritik pembahasan AD/ART yang ditolak oleh pihak JK.
JK pun mengecam tindakan kubu Agung sebagai ilegal dan melaporkan hal tersebut ke kepolisian. Ia menyebut langkah tersebut sebagai pengkhianatan yang merugikan PMI. Namun, Agung menegaskan bahwa isu tersebut hanya masalah organisasi dan bertujuan untuk memperbaiki PMI.