Ombudsman Investigasi Dugaan Maladministrasi Pagar Laut, Taksiran Rugi Rp116 M

Ira Guslina Sufa
16 Januari 2025, 15:34
Ombudsman
ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/rwa.
Nelayan menunjukkan pagar laut yang terpasang di kawasan pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (9/1/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menginvestigasi dugaan maladministrasi dalam pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten. Ketua Ombudsman Mokhammad Najih menjelaskan investigasi dilakukan secara langsung oleh perwakilan Ombudsman Provinsi Banten dengan supervisi dari ORI. 

Menurut Najih tim akan mencari tahu siapa pihak yang melakukan maladministrasi. Meski begitu, ia mengatakan masih butuh waktu untuk bisa menarik kesimpulan. 

"Karena masih dalam proses, kami belum bisa menyampaikan tentang adanya dugaan malaadministrasi itu dilakukan oleh pihak siapa. Apakah itu oleh pihak pemerintahan di tingkat daerah, atau oleh kantor kementerian, atau lembaga di tingkat pusat?" kata Najih di Jakarta, Kamis (16/1).

Najih menjelaskan Ombudsman mendorong seluruh pihak untuk mendukung langkah yang telah dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang  melarang adanya aktivitas apa pun di area pagar laut tersebut. Hal itu menurut dia diperlukan agar bisa melihat persoalan dengan lebih jernih. 

Saat ini Ombudsman menerima keluhan dari masyarakat ihwal hambatan menangkap ikan lantaran harus memutar untuk pergi ke laut. Hambatan tersebut menurut Najih membuat nelayan mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk melaut. 

Dia berharap dalam waktu 30 hari ke depan sudah memperoleh hasil yang diharapkan dari investigasi. Meski begitu, dia mengaku saat ini merasa kesulitan terkait kejelasan siapa pihak yang bertanggung jawab dalam memasang pagar laut.

Ia mengatakan sejauh ini Okmbudsman sudah berkoordinasi dengan KKP dan memastikan belum ada izin apapun terkait dengan pemagaran laut. Demikian juga pihak pemerintahan di tingkat daerah yang menyatakan belum pernah memberikan izin. 

Pemagaran laut di pesisir Tangerang
Pemagaran laut di pesisir Tangerang (ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/rwa.)

Potensi Kerugian hingga Rp 116 Miliar

Saat ini Ombudsman memperkirakan kerugian yang mungkin diderita nelayan sebanyak Rp 9 miliar akibat pemagaran laut di Tangerang tersebut. “Itu masih valuasi yang bersifat kasar begitu ya, karena tadi berdasar keluhan para nelayan,” kata Najih.

Ia menjelaskan penghitungan kerugian dilakukan dengan memperkirakan kerugian nelayan akibat tambahan jarak untuk melaut. Dengan adanya pagar laut itu, nelayan harus memutar kurang lebih 30 kilometer. Hal itu menyebabkan nelayan menghabiskan 3 liter bahan bakar minyak dari sebelumnya hanya 1 liter. Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa perkiraan kerugian tersebut bukanlah angka yang terperinci.

Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten Fadli Afriadi di Tangerang, Rabu (15/1), juga mengatakan bahwa kerugian nelayan diperkirakan mencapai Rp 9 miliar. Dia menghitung penurunan rata-rata penghasilan nelayan Rp 100 ribu per hari. Adapun pemagaran laut illegal disebut berdampak terhadap 3.888 nelayan. 

Sementara itu, ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat memperkirakan kerugian yang ditimbulkan oleh pemasangan pagar laut ilegal mencapai Rp 116,91 miliar per tahun. Kerugian ini mencakup dampak terhadap pendapatan nelayan, peningkatan biaya operasional, serta kerusakan ekosistem laut. Meski begitu angka yang diperkirakan Achmad tidak hanya untuk pemagaran laut di Tangerang tetapi juga di Bekasi sepanjang 8 kilometer. 

“Proyek ini tidak hanya merugikan nelayan, tetapi juga gagal memberikan manfaat yang dijanjikan,” kata Achmad seperti dikutip dari Antara. 

Pemagaran laut di pesisir Kabupaten Bekasi
Pemagaran laut di pesisir Kabupaten Bekasi (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/tom.)

 

Rincian Potensi Kerugian Pagar Laut Illegal

Achmad merinci, kerugian sebesar Rp 116,91 miliar tersebut terdiri dari penurunan pendapatan nelayan sebesar Rp 93,31 miliar per tahun, peningkatan biaya operasional sebesar Rp 18,60 miliar per tahun, dan kerusakan ekosistem laut senilai Rp5 miliar per tahun. Perhitungan ini didasarkan pada data dari Ombudsman serta analisis ekologis independen.

Achmad menilai pendapatan nelayan menurun rata-rata Rp100.000 per hari karena waktu melaut yang berkurang dan jarak melaut yang lebih jauh. Dengan asumsi nelayan bekerja 20 hari per bulan, kerugian total mencapai Rp 7,776 miliar setiap bulan atau Rp 93,31 miliar per tahun.

Selain itu, rute melaut yang lebih panjang meningkatkan konsumsi bahan bakar hingga Rp 1,55 miliar per bulan atau Rp 18,60 miliar per tahun. Biaya tambahan ini semakin memperburuk kondisi ekonomi nelayan.

Selain kerugian ekonomi, pagar laut juga dinilai merusak ekosistem pesisir. Struktur bambu dan pemberat pasir yang digunakan untuk membangun pagar mengganggu habitat alami ikan, udang, dan kerang. Hal ini memperburuk kondisi ekosistem yang sudah rentan akibat aktivitas manusia lainnya.

"Hal ini semakin memperburuk kondisi ekosistem yang sudah rentan akibat aktivitas manusia lainnya. Alih-alih mencegah abrasi, pagar ini justru menciptakan tekanan baru pada lingkungan," terang Achmad.

Lebih lanjut, analisis biaya dan manfaat (cost-benefit analysis) menunjukkan ketimpangan yang mencolok antara kerugian yang ditimbulkan dan manfaat yang diharapkan. Dengan kerugian ekonomi yang mencapai Rp 116,91 miliar per tahun, namun manfaat seperti mitigasi abrasi dan tsunami serta budidaya kerang hijau tidak dapat diverifikasi atau memberikan dampak nyata.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...