Polisi Pukul Mundur Massa Aksi Demonstrasi Tolak RUU TNI


Massa aksi yang terdiri dari mahasiswa dan koalisi masyarakat sipil dipukul mundur aparat kepolisian. Massa aksi menolak perubahan Undang-Undang No 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang baru saja disahkan dalam Rapat Paripurna DPR, Kamis (20/3).
Pantauan Katadata.co.id di lokasi, massa aksi dipukul mundur aparat kepolisian sekitar pukul 19.30 WIB, setelah sebelumnya berhasil membobol gerbang gedung DPR dan dihujani water cannon oleh petugas.
Dalam aksi unjuk rasa ini, massa menolak revisi UU TNI yang baru saja disahkan DPR. Salah satu alasannya karena menolak kembalinya dwifungsi seperti era Orde Baru.
Adapun, dalam aksi hari ini, massa mulai berdatangan ke gedung DPR sejak pagi hari sebelum Rapat Paripurna dimulai. Pada hari yang sama, DPR resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi Undang-Undang.
Rapat paripurna dipimpin langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani. Mulanya, Ketua Komisi I DPR sekaligus Ketua Panja RUU TNI Utut Adianto menyampaikan laporan perihal pembahasan revisi UU TNI. Setelah pemaparan Utut, Puan lalu meminta persetujuan dari para anggota terkait UU TNI.
"Sekarang tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia apakah dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang?” kata Puan diikuti persetujuan seluruh anggota yang hadir.
Rapat ini, dihadiri oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Agus Subiyanto, dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, Wamenkeu Thomas Djiwandono, dan perwakilan dari Kementerian Hukum.
Usai pengesahan Puan mengatakan RUU yang baru disahkan tidak memperbolehkan prajurit TNI aktif untuk berpolitik dan berbisnis. "Ini adalah prinsip yang kami jaga dengan baik. Kami ingin menegaskan bahwa hal ini tidak akan berubah," kata Puan.
Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menuturkan, pembahasan RUU TNI yang baru disahkan ini berfokus pada tiga pasal utama. Aturan itu termuat dalam Pasal 7 tentang Operasi Militer Selain Perang (OMSP), Pasal 47 yang memperluas ruang lingkup jabatan TNI aktif di kementerian dan lembaga dari 10 menjadi 14 kementerian/lembaga, serta mengenai masa bakti atau usia pensiun prajurit yang dimaksudkan untuk mencapai keadilan bagi abdi pertahanan negara.
“Kami ingin memastikan bahwa TNI hanya ditempatkan pada bidang yang memang relevan dan dibutuhkan untuk negara,” kata dia.
Puan mengatakan, merujuk Pasal 47 hanya ada 14 kementerian/lembaga yang boleh diduduki TNI aktif. Dalam situasi ada prajurit aktif yang mengisi posisi di luar 14 lembaga tersebut maka harus mundur atau pensiun dini.
Sementara itu terkait Pasal 7 yang menambah cakupan tugas pokok TNI yang semula 14 menjadi 16 tugas pokok, menurut Puan hanyalah sebagai bentuk antisipasi dan sifatnya adalah Operasi Militer non Perang (OMSP). Dua tambahan tugas pokok TNI itu adalah membantu upaya penanggulangan ancaman pertahanan siber serta membantu melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri.