Tiga Hakim Terseret Suap Perkara CPO, Ini Profil dan Rekam Jejaknya


Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai tersangka dalam perkara suap terkait putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO). Tiga hakim tersebut adalah Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharudin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM).
Ketiga hakim tersebut diduga menerima suap sebesar Rp 22,5 miliar yang diberikan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN).
"Untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng dengan permintaan agar perkara tersebut diputus ontslag,” kata Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers, Minggu (13/4).
Dari pemeriksaan tujuh saksi, ada kesepakatan antara tersangka AR (Ariyanto) selaku advokat tersangka korporasi dalam kasus ini dengan tersangka WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, untuk mengurus korupsi korporasi minyak goreng.
Salah satu hakim yakni Ali Muhtarom sedang menangani kasus yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong. Dampaknya, Ali digantikan oleh Alfis Setiawan.
Berikut profil tiga hakim tersebut:
Ali Muhtarom
Ali Muhtarom merupakan anggota majelis hakim dalam perkara yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Lantaran ia terjerat kasus suap, maka posisinya dalam perkara Tom Lembong digantikan.
Dalam perkara suap yang menjeratnya, Ali Muhtarom menerima sebesar Rp 5 miliar dalam satuan dolar Amerika Serikat. Penyidik pun telah menyita uang tersebut dari rumahnya.
Pria kelahiran Jepara 25 Agustus 1972 ini lulus dari Universitas Darul Ulum pada 1995, kemudian melanjutkan studinya di Universitas 17 Agustus 1945 Semarang dan lulus pada 2015.
Sebelumnya, Ali Muhtarom menjabat sebagai hakim ad hoc tindak pidana korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia juga sempat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Agama Bengkalis.
Ali Muhtarom merupakan salah satu anggota majelis hakim yang memutus perkara kasus korupsi pengelolaan dana PT Asabri pada 2022 lalu. Adapun, ketua majelis hakimnya adalah Ignatius Eko Purwanto.
Dalam salah satu putusan untuk terdakwa Heru Hidayat, majelis hakim menolak tuntutan jaksa untuk memberikan hukuman mati untuk Heru. Presiden Komisaris PT Trada Alam Mineral itu, dijatuhi hukuman penjawa seumur hidup.
Ali juga merupakan anggota majelis hakim dalam kasus perizinan budi daya dan ekspor benih lobster yang menyeret mantan menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Politikus Partai Gerindra itu divonis lima tahun penjara.
Melansir Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disetorkannya, total kekayaan Ali Muhtarom mencapai Rp 1,3 miliar. Harta miliknya itu terdiri dari sejumlah aset meliputi properti dan kendaraan.
Agam Syarif Baharudin
Agam diduga menerima suap sekitar Rp 4,5 miliar dalam pecahan dolar Amerika Serikat. Pria kelahiran Bogor 24 Maret 1965 ini merupakan Hakim Tingkat Pertama yang bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Agam meraih gelar sarjana hukum dari Universitas Sebelas Maret, kemudian melanjutkan studi S2 di Universitas Syiah Kuala.
Ia sempat bertugas di berbagai daerah di Jawa Tengah dan pernah menduduki kursi Ketua Pengadilan Negeri Demak. Agam juga sempat menangani kasus yang menjerat Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Melansir Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) miliknya, total harta kekayaan Agam bernilai Rp 2,3 miliar.
Djuyamto
Dalam perkara ini, Djuyamto yang menerima aliran uang dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN) sebesar Rp 18 miliar dalam pecahan dolar Amerika Serikat dan membagikannya kepada dua hakim lainnya di depan Bank BRI Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Djuyamto lahir di Sukoharjo pada 18 Desember 1967. Ia menempuh pendidikan S1 hingga S3 di Universitas Sebelas Maret Solo.
Ia merupakan hakim dengan jabatan Pembina Utama Muda (IV/c). Dia juga masuk dalam kepengurusan Ikatan Hakim Indonesia sebagai Sekretaris Bidang Advokasi.
Sebelumnya, Djuyanto pernah bertugas di PN Tanjungpandan, PN Temanggung, PN Karawang, PN Dompu, PN Bekasi, hingga PN Jakarta Utara. Djuyanto tercatat menangani sejumlah kasus yang menyita perhatian publik.
Pada 2019, Djumyanto tercatat menjadi hakim ketua dalam perkara penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan. Ia juga sempat menjadi hakim anggota kasus perintangan penyidikan perkara pembunuhan berencana mantan ajudan Ferdy Sambo, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Ia juga menjadi hakim tunggal sidang praperadilan yang diajukan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.
Melansir LHKPN miliknya yang dilaporkan pada 4 Februari 2025, total harta kekayaan Djumyanto bernilai Rp 2,9 miliar.