Alasan Strategis Prabowo Angkat Isu Pangan dan Iklim saat Pidato di PBB

Muhamad Fajar Riyandanu
25 September 2025, 13:00
Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro Ekonomi Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Aviliani (kedua kanan) bersama Pengamat Hubungan Internasional Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah (kanan), Tenaga Ahli Utama Badan Komunikasi Pemerin
Katadata/Fauza Syahputra
Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro Ekonomi Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Aviliani (kedua kanan) bersama Pengamat Hubungan Internasional Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah (kanan), Tenaga Ahli Utama Badan Komunikasi Pemerintah, Hamdan Hamedan (kedua kiri) dan Pemimpin Redaksi Katadata.co.id Yura Syahrul menyampaikan paparan pada acara Katadata Policy Dialogue (KPD) \"Presiden Prabowo di Panggung PBB: Apa Pentingnya?\" di Jakarta, Rabu (24/9/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Badan Komunikasi Pemerintah (BKP) menjelaskan alasan strategis di balik sikap Presiden Prabowo Subianto yang menyoroti ketahanan pangan dalam pidatonya di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, pada Selasa (23/9).

Tenaga Ahli Utama BKP, Hamdan Hamedan, menyampaikan pemilihan presiden untuk menyampaikan narasi ketahanan pangan di mimbar PBB merupakan bagian dari pesan geopolitik dan peradaban.

Mengutip pemikiran sejarawan Will dan Ariel Durant, Hamdan Hamedan, mengatakan sejarah peradaban besar tumbuh karena mereka mampu memastikan ketersediaan pangan. Tanpa pangan yang cukup, pembangunan berisiko rawan dan rapuh.

Hamdan melanjutkan, pidato soal ketahanan pangan beririsan dengan tantangan demografi Indonesia yang setiap tahun menambah 3 juta penduduk. Kebutuhan pangan domestik diproyeksikan bakal meningkat pesat seiring lahan pertanian di Indonesia yang terus menyusut.

"Indonesia setiap tahun pertambahan penduduknya 3 juta jiwa. Berarti setiap tahun, Indonesia harus menyiapkan makanan untuk sumber daya manusianya sebesar jumlah populasi Qatar," kata Hamdan saat menjadi pembicara di Katadata Policy Dialogue bertajuk Presiden Prabowo di Panggung PBB: Apa Pentingnya? yang digelar di Kantor Katadata, Blok M, Jakarta Selatan pada Rabu (24/9).

Selain faktor demografi, Hamdan mencontohkan situasi gejolak geopolitik seperti perang di Ukraina telah membuat harga gandum dan kedelai melonjak belakangan ini. Kondisi tersebut dapat mengancam dan meminta dampak krisis pangan di kawasan lain. Terlebih populasi dunia saat ini berisi 8 miliar jiwa.

"Perang seperti di Ukraina menyebabkan harga gandum dan kedelai naik. Maka yang suka makan tahu dan tempe langsung meroket (harganya)," ujarnya. "Karena kita sudah hidup di interconnected world, apa yang terjadi di satu belahan dunia akan memiliki dampak sehingga kita harus siap."

Menurut Hamdan, Indonesia tidak seharusnya menunggu krisis terjadi untuk mulai bersiap. Pidato Prabowo menurutnya memberi sinyal komitmen Indonesia untuk meningkatkan produk pangan dalam negeri. "Jadi backbone dari sebuah peradaban itu kita mulai dulu, amankan diri kita sendiri dengan food security," kata Hamdan.

Melalui produksi pangan yang kuat, Indonesia dapat memenuhi kebutuhan domestik sebagai syarat utama kemandirian pangan. Selain itu, produksi berlebih nantinya bisa mengangkat status Indonesia menjadi eksportir dan membantu negara lain.

Menurut Hamdan, hal tersebut dapat memperkuat peran Indonesia sebagai pemain global dan mitra strategis dalam krisis pangan. "Presiden menyebut, dengan hasil panen yang baik, kita akhirnya bukan hanya bisa cukup untuk diri sendiri. Tetapi juga bisa mampu mengekspornya, mampu membantu negara lain," ujarnya.

Selain soal ketahanan pangan, Prabowo juga menyampaikan ancaman nyata perubahan iklim dalam pidatonya di podium PBB. Hamdan menjelaskan, Prabowo menyampaikan masalah ini dengan contoh konkret, khususnya dampak yang sudah dirasakan langsung di Indonesia.

"Di Jakarta peningkatan air laut sudah 5 centimeter per tahun. Sehingga langsung terlihat dan terasa dampaknya. Jadi tidak bisa lagi bicara wacana, tapi harus keluar dengan solusi nyata," ujanya.

Salah satu langkah strategis yang disorot adalah pembangunan giant sea wall atau tanggul raksasa untuk melindungi kawasan pesisir dari ancaman banjir rob dan kenaikan muka air laut. "Jadi beliau mengatakan 10-20 tahun ke depan giant sea wall ini harus selesai dibangun," kata Hamdan.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...