Pemerintah Mulai Libatkan UKS dan Puskesmas Awasi MBG
Pemerintah mulai melibatkan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dilibatkan dalam hal mengawasi program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan ketentuan ini diputuskan usai rapat koordinasi lintas lembaga.
“Setelah kita melakukan rapat koordinasi lintas lembaga, disepakati bahwa Puskesmas dan UKS akan lebih banyak dilibatkan di dalam hal mitigasi kesehatan dan penanganan darurat,” kata Dadan saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR, dengan Menteri Kesehatan, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN RI, serta Kepala BPOM, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/10).
Dadan juga menyampaikan untuk menjaga higienitas pelaksanaan program MBG, akan diberlakukan dua sertifikasi untuk Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), yaitu, Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan sertifikasi Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) dari lembaga independen.
HACCP sendiri merupakan sertifikasi standar internasional untuk keamanan pangan.
Di sisi lain, Dadan mengatakan saat ini tengah menyusun rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Tata Kelola Makan Bergizi buntut rentetan keracunan massal program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang terjadi belakangan.
“Sekarang ini sedang diselesaikan terkait Perpres Tata Kelola Makan Bergizi, yang mudah-mudahan minggu ini sudah ditandatangani oleh Bapak Presiden,” kata Dadan.
Ia mengatakan hal ini diperlukan mengingat lingkupnya yang luas meliputi masalah keamanan, sanitasi, higienisasi, penanganan korban, hingga kebutuhan rantai pasok yang semakin besar.
Pada kesempatan yang sama, Dadan juga menilai rentetan kasus keracunan massal menu MBG sebagian besar karena tidak dipatuhinya Standar Operasional Prosedur (SOP) oleh SPPG.
“Nah dengan kejadian-kejadian ini kita bisa lihat bahwa kasus kejadian banyak terjadi di dua bulan terakhir. Dan ini berkaitan dengan berbagai hal. Dan kita bisa identifikasi bahwa kejadian itu rata-rata karena SOP yang kita tetapkan tidak dipatuhi dengan seksama,” kata Dadan.
Hingga kini, total korban keracunan massal berjumlah 6.157 orang. Mulanya, Dadan menyebut jumlah korban sebanyak 6.457 yang tersebar di wilayah I, II, dan III.
“Sampai dengan 30 September 2025 penerima manfaat yang terdampak 6.457 orang yang tersebar di tiga wilayah,” kata dia.
Dadan memaparkan wilayah I berjumlah 1.307 orang, wilayah II 4.147 orang, dan wilayah III 1.003 orang. Periode 6 Januari sampai dengan 31 Juli 2025 terbentuk 2.391 SPPG dengan 24 kasus kejadian. Sementara pada 1 Agustus sampai dengan 30 September terdapat 7.369 SPPG dengan 51 kasus kejadian.
“Wilayah 2 ini sudah bertambah, tidak lagi 400–147, ditambah dengan yang di Garut mungkin 60 orang. Kemudian wilayah 3 ada 1.003 orang. Dan kita catat tanggal per tanggal dari kasus kejadian ini,” kata Dadan.
