Jangkar Valas, Menkeu Disarankan Atur Kewajiban Audit Transfer Pricing

Martha Ruth Thertina
2 Oktober 2025, 19:51
Pemerintah Indonesia sedang meramu insentif untuk memancing pulang valas milik orang atau perusahaan Indonesia di luar negeri.
ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI
Pemerintah Indonesia sedang meramu insentif untuk memancing pulang valas milik orang atau perusahaan Indonesia di luar negeri.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pemerintah Indonesia sedang meramu insentif untuk memancing pulang valas milik orang atau perusahaan Indonesia di luar negeri guna mendukung perekonomian dan stabilitas kurs rupiah. Periset pasar menilai dengan merapatkan pagar untuk mencegah penghindaran pajak, itu sudah membuka peluang lebih banyak valas masuk ke dalam negeri, karena gagal disembunyikan.     

Managing Director Research and Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, menilai, dengan menutup celah penghindaran pajak lewat transfer pricing saja, dampaknya bisa besar, dari mulai perbaikan neraca transaksi berjalan, bertambahnya penerimaan negara, dan pemasukan valas.

Langkah cepat yang bisa dilakukan yaitu menteri keuangan merilis aturan agar auditor eksternal “wajib melakukan audit dari seluruh transfer pricing perusahaan untuk mendapatkan predikat wajar tanpa syarat” sesuai standar internasional. Tanpa kebijakan ini, banyak transfer pricing ke Singapura.

“Saya tanya ke salah satu big four perusahaan audit, mengapa tidak dilakukan? Di negara lain wajib audit tahunan mencakup transfer pricing, jawabnya: di sini tidak diwajibkan pemerintah,” ujarnya kepada Katadata, Selasa (30/9). 

Bila menteri keuangan mewajibkan audit ini, nilai impor bisa turun dan nilai ekspor naik, dengan volume yang sama, sehingga neraca transaksi berjalan bisa lebih baik. Lalu, karena pajak dibayar sepenuhnya di Indonesia, APBN juga bisa membaik. “Tambahan lagi, cadangan devisa akan naik cukup besar, sehingga dengan adanya perbaikan ketiga hal ini akan membawa lebih banyak stabilitas di negeri kita ini,” ujarnya.

Lubang Lama Bernama Transfer Pricing

Transfer pricing sejatinya legal: mekanisme harga yang ditetapkan antarperusahaan yang berafiliasi, terutama lintas negara. Namun, celahnya lebar. Harga bisa direkayasa, dinaikkan atau diturunkan, untuk memindahkan laba ke negara dengan tarif pajak yang lebih rendah. Dampaknya, penerimaan negara berkurang, sementara valas hasil bisnis tak seluruhnya kembali ke Indonesia.

Pada Agustus lalu, Lembaga riset independent NEXT Indonesia merilis laporan yang mengulik jejak uang gelap lewat pintu perdagangan. Mereka membandingkan catatan ekspor Indonesia dengan data impor negara tujuan, menggunakan basis data UN Comtrade milik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hasilnya, temuan misinvoicing atau perbedaan angka tercatat.

Misinvoicing bisa jadi indikasi penghindaran pajak. Dan, dalam kasus antarperusahaan berafiliasi bisa jadi indikasi transfer pricing yang tidak wajar dan masuk dalam kejahatan pencucian uang. “Misinvoicing ekspor merupakan masalah struktural yang merugikan Indonesia, baik dari sisi penerimaan negara, stabilitas devisa, hingga integritas sistem perdagangan,” tulis laporan Next Indonesia.

Dalam kurun waktu 2013-2023, terdapat temuan ketimpangan pencatatan perdagangan berbagai komoditas ekspor Indonesia. Temuan pertama, over-invoicing, yakni nilai ekspor yang dicatat lebih tinggi daripada nilai impor di negara tujuan, rata-rata mencapai US$40,2 miliar atau sekitar Rp666 triliun per tahun.

Temuan kedua, under-invoicing, yaitu nilai ekspor yang tercatat lebih rendah dari catatan impor di negara tujuan, dengan selisih rata-rata US$25,3 miliar atau sekitar Rp419 triliun per tahun.

Lembaga think tank Global Financial Integrity (GFI) di Washington DC. GFI memperkirakan, negara berkembang rata-rata kehilangan sekitar 20 persen nilai perdagangan mereka dengan negara-negara maju akibat aliran dana gelap alias illicit financial flows.

Indonesia Bukan Tanpa Senjata

Indonesia sudah memiliki beberapa ketentuan untuk menekan transfer pricing yang tidak wajar. Pemerintah mewajibkan perusahaan yang melakukan transaksi dengan perusahaan terafiliasi untuk menyiapkan dokumen transfer pricing yang bisa diminta sewaktu-waktu. Ini diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan.

Selain itu, Indonesia mengadopsi mekanisme Advance Pricing Agreement (APA), yakni kesepakatan antara otoritas pajak dengan wajib pajak dan/atau otoritas negara mitra mengenai harga transaksi afiliasi yang dianggap wajar dan menjadi acuan pada periode tertentu. Tujuannya, memberi kepastian dan mengurangi sengketa.

Usulan Harry Su soal kewajiban audit transfer pricing oleh perusahaan auditor eksternal bisa menjadi tambahan alat dalam upaya pencegahan transfer pricing. Mekanisme semacam ini diterapkan beberapa negara termasuk India.

Di India, perusahaan dengan transaksi berelasi lintas negara wajib menyerahkan laporan transfer pricing yang diaudit eksternal auditor, selain laporan keuangan tahunan. Tujuannya, mencegah pemindahan laba oleh perusahaan multinasional, terutama di sektor teknologi dan farmasi yang banyak tumbuh di sana.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...