Kegagalan Pepsi Berinovasi di Bisnis Ponsel Pintar
Perusahaan berlomba-lomba berinovasi agar dapat bertahan, tapi tak semua merek berhasil berinovasi. Dikutip dari Enterpreneur, Pepsi Co. merupakan salah satu perusahaan yang gagal ketika menjajal berinovasi di sektor telepon selular.
Keputusan ini sempat mengejutkan produsen serupa seperti Motorola, Samsung atau Huawei. Pada 2015, ketika ledakan smartphone muncul, proposal inovasi Pepsi pun tiba-tiba muncul di pasar. Ketika merek seperti Xiaomi atau Huawei mulai tumbuh, Pepsi seolah telah menemukan ruang baru untuk berkembang.
Pepsi mengungkap proyek barunya yang disebut Pepsi Phone atau Pepsi P1S, yang beroperasi dengan sistem Android. Produk tersebut terdiri dari dua seri, P1 dan P1S.
Saat diluncrukan, Pepsi menawarkan sesuatu yang sangat mirip dengan desain khas ponsel masa kini. Dibuat dengan bahan aluminium, tampilan luarnya mirip dengan kompetitornya, yang menawarkan layar 5,5 inchi dengan resolusi full HD. Ponsel ini juga menggunakan prosesor MediaTek, kamera 13 megapiksel dengan flash led ganda dan panel depan 5 megapiksel.
Tidak ada yang berbeda atau luar biasa dari inovasi yang ditawarkan oleh perusahaan dengan pengalaman dan afinitas terbesar di sektor telepon seluler. Apa daya tarik sebenarnya yang ingin Pepsi dapatkan dari pengguna di pasar adalah logo merek di bagian belakang perangkat pintar.
Pepsi ingin berinovasi dengan menjelajahi sektor lain di luar bidang sebelumnya di sektor minuman.
Perusahaan bertaruh untuk memberi pengguna 'tanda tangan' untuk berinteraksi dengan logo perusahaan yang biasanya hanya familiar terlihat pada kaleng soda, kaos dan ransel. Logo tersebut selama bertahun-tahun telah menjadi incaran kolektor dan penggemar.
Namun faktanya, strategi itu tidak berhasil, terlepas dari kenyataan bahwa Pepsi dianggap sebagai merek kultus.
Ponsel P1, diproduksi dengan cara tak biasa. Pepsi melakukan urun dana (crowdfunding) untuk memproduksi smartphone dengan e-commerce Tiongkok, JD.com. Hingga saat ini, setelah lima tahun penawarannya, targetnya pun belum tercapai.
Selain itu, harga produk dinilai tidak cukup menarik untuk menggaet konsumen, yakni US$ 100. "Strategi Pepsi tidak berhasil dan dikenang sebagai kegagalan. Hanya seribu model P1 yang dijual," tulis Enterpreneur dikutip Jumat (7/1).
Pelajaran Bisnis
Ketika sebuah merek ingin berinovasi, brand harus menyadari bagaimana mereka dipersepsikan oleh pengguna. Bagaimana pengalaman yang dimiliki agar dapat menjelajahi sektor baru yang sebelumnya tak terlalu dikuasai.
Jika tidak memungkinkan menguasai semua hal di atas, pemilik merek harus memikirkan kembali rencananya. Ketika berpikir tentang inovasi, pemiliki merek harus berpikir di luar kekuatan brandnya.
Karena, meskipun ia mendominasi di sektor tertentu, itu tidak berarti bahwa ia dapat sukses di sektor lain, karena konsumennya melihatnya dengan cara yang berbeda.
"Ini karena jika ditandatangani dengan merek 'x', inovasi di pasar tidak akan menjamin," tulis Enterpreneur.
Hal lain yang perlu diperhatikan bagaimana membangkitkan kebutuhan ini di tengah segmen pasar, sehingga dapat dipenuhi dengan cara yang berbeda.
Hal ini bukan tantangan mudah, tetapi ada banyak kisah sukses besar yang menginspirasi untuk bertaruh pada strategi pemasaran asimetris sebagai poin kunci untuk dapat berinovasi di pasar saat ini.