Gojek Dikabarkan Rugi Rp 2 Triliun di Singapura pada 2019
Entitas bisnis Gojek di Singapura, Velox Digital Singapore Pte. Ltd. dikabarkan merugi US$ 141 juta atau sekitar Rp 2 triliun pada 2019. Decacorn Tanah Air ini pun berencana menambah investasi di luar Indonesia tahun ini.
Tech In Asia melaporkan, Velox mewakili bisnis berbagi tumpangan (ride hailing) Gojek di Singapura. Sedangkan Gojek Singapore Pte. Ltd. berfokus pada bisnis data dan pengembangan perangkat lunak (software).
Velox tidak memerinci pendapatan sebelum dikurangi beban biaya lain. Namun, “jumlah biaya layanan yang diperoleh lebih rendah daripada insentif yang dibayarkan kepada (mitra) pengemudi,” demikian dikutip dari Tech In Asia, Senin lalu (1/3).
Beban terbesar yakni potongan harga yang diberikan kepada penyedia layanan atau mitra. Kemudian, biaya periklanan atau insentif yang diberikan kepada penumpang, sebesar US$ 17,9 juta atau
Katadata.co.id mengonfirmasi data tersebut kepada Gojek. Namun, belum ada tanggapan hingga berita ini dirilis.
Berdasarkan data dari ABI Research, pangsa pasar ride-hailing Gojek di Singapura hanya 4,2% pada 2019. Sedangkan pesaingnya, Grab 90%. Decacorn Singapura ini pun disebut-sebut telah mencapai titik impas atau break event point (BEP) untuk lini bisnis berbagi tumpangan.
Gojek hadir di Singapura sejak Januari 2019. Decacorn Tanah Air itu berencana gencar investasi di luar Indondsia pada tahun ini.
"Ini tahun di saat kami sangat ingin melebarkan sayap, menjadi perusahaan regional dan global,” kata Co-CEO Gojek Kevin Aluwi dalam program ‘Squawk Box Asia’ CNBC Internasional, dikutip Januari lalu (27/1).
Kevin menyampaikan, perusahaan ingin mengembangkan bisnis di Asia Tenggara. "Salah satu fokus utama tahun ini yaitu benar-benar memperluas jejak kami di luar Indonesia,” katanya.
Selain Singapura, Gojek berekspansi ke Thailand dengan nama GET dan Vietnam bernama GoViet 2018. Pada pertengahan tahun lalu, perusahaan mengubah nama di kedua negara itu menjadi Gojek.
Gojek juga telah menguji coba layanan transportasi di Malaysia dengan menggaet perusahaan lokal, Dego Ride pada awal tahun lalu.
Kevin mengatakan, investasi yang dikeluarkan oleh Gojek di luar Indonesia relatif kecil. Di satu sisi, pasar di beberapa negara di Asia Tenggara mulai pulih di tengah pandemi corona.
"Kami benar-benar berpikir bahwa 2021 akan menjadi tahun pertumbuhan," ujarnya.
Pada tahun lalu, Gojek mencatatkan peningkatan nilai transaksi bruto atau gross transaction value (GTV) 10% secara tahunan (year on year/yoy) meski ada pandemi Covid-19. Total transaksi perusahaan mencapai US$ 12 miliar atau Rp 170 triliun.
“Kami menghabiskan tahun lalu dengan berinvestasi dalam banyak bisnis, produk dan dasar operasional. Profitabilitas dan keberlanjutan bisnis jangka panjang terlihat jauh lebih baik dari tahun ke tahun,” ujar Kevin.