Indef: E-commerce Ciptakan Ketimpangan Ekonomi Indonesia
Industri e-commerce tengah bertumbuh sangat pesat di Indonesia. Namun, Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Media Wahyudi Askar melakukan riset yang menunjukkan keberadaan e-commerce manambah ketimpangan di Indonesia.
"Anehnya e-commerce meningkatkan ketimpangan ekonomi yang ada di Indonesia. Ini data cukup ironi," kata Media dalam konferensi pers daring bertajuk "Produk Asing: Benci tapi Rindu", Senin (8/3).
Ketimpangan terjadi karena adanya kesenjangan digital. Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020, pelaku e-commerce di Indonesia masih didominasi kelas orang kaya, yaitu sebanyak 63,39%. Sementara, pelaku e-commerce dari kelas menengah sebanyak 34,62% dan kelas bawah 18,92%.
Selain kesenjangan digital, hal ini terjadi karena terjadi banjir produk impor yang menyaingi produk makanan, minuman, pakaian, sepatu, furniture buatan industri lokal berskala kecil. Padahal, sektor tersebut sebagian besar merupakan pekerja rentan yang sebagian besar tidak memiliki jaminan sosial.
"Sehingga meningkatkan ketimpangan ekonomi dalam waktu yang panjang," ujar dia.
Adapun, riset dilakukan dengan menggunakan variabel pelaku e-commerce yang menggunakan ponsel. Riset ini dilakukan pada lingkup kabupaten.
Berikut Databoks e-commerce yang paling banyak dikunjungi di Indonesia:
Media mengatakan, kondisi ketimpangan ekonomi akibat e-commerce ini menjadi kekhawatiran di negara berkembang lain, seperti Amerika Latin dan Afrika. Oleh karena itu, hal tersebut perlu diantisipasi oleh pemerintah.
"Karena ada struktur e-commerce di Indonesia yang tidak berkelanjutan," ujar Media.
Ia pun menilai, kebijakan yang inklusif menjadi kunci. Kebijakan pemerintah harus dipertimbangkan secara matang dampaknya terhadap beban sosial, peralihan kerja, hingga pengangguran.
Sebagai contoh, kebijakan batas pembebasan bea masuk dan pajak impor (de minimis value) dinilai berubah dalam waktu yang singkat. Perubahan yang terjadi secara mendadak dapat menyebabkan kejutan ekonomi sehingga produk impor masuk dalam jumlah signifikan.
Selain itu, pemerintah perlu mengatasi permasalahan kesenjangan digital. Hal ini bisa dilakukan melalui investasi di bidang teknologi, penguatan UMKM lokal untuk masuk ke pasar online, dan pemberian insentif permodalan, perpajakan, dan perizinan.
Sebagaimana diketahui, digitalisasi sistem pembayaran mendorong pesatnya transaksi ekonomi digital melalui e-commerce di tengah pandemi Covid-19. Pada 2020, Bank Indonesia mencatat terdapat kenaikan nominal transaksi e-commerce 29,6% dari Rp 205,5 triliun pada 2019 menjadi Rp 266,3 triliun.