Perjalanan Bukalapak dari Unicorn, IPO hingga Tutup Bisnis E-Commerce
Bukalapak mengumumkan penutupan bisnis e-commerce pada Selasa (7/1). Berikut cerita perusahaan ini dari menjadi unicorn, mencatatkan saham perdana alias IPO hingga akhirnya menutup lini marketplace.
"Kami ingin menginformasikan Bukalapak akan menjalani transformasi dalam upaya untuk meningkatkan fokus pada Produk Virtual. Sebagai bagian dari langkah strategis ini, kami akan menghentikan operasional penjualan Produk Fisik di Marketplace Bukalapak," kata Bukalapak dalam laman resmi, Selasa (7/1).
"Kami sepenuhnya memahami bahwa perubahan ini akan berdampak pada usaha Pelapak, dan kami berkomitmen membuat proses transisi ini berjalan sebaik mungkin," Bukalapak menambahkan.
Pedagang masih bisa mengunggah produk hingga 1 Februari. Sementara itu, pembeli hanya bisa berbelanja maksimal 9 Februari untuk produk kategori:
- Aksesori Rumah
- Elektronik
- Evoucher
- Fashion Anak
- Fashion Pria
- Fashion Wanita
- Food
- Games
- Handphone
- Hobi & Koleksi
- Industrial
- Kamera
- Kesehatan
- Komputer
- Logam Mulia
- Luxury
- Media
- Mobil
- Part & Aksesoris
- Motor
- Olahraga
- Perawatan & Kecantikan
- Perawatan Rumah Tangga
- Perlengkapan Bayi
- Perlengkapan Kantor
- Personal Care
- Rumah Tangga
- Sepeda
- Tiket & Voucer
- Vape
Mulai bulan depan, konsumen hanya bisa berbelanja produk virtual di Bukalapak, berupa:
- Pulsa Prabayar
- Paket Data
- Token Listrik
- Listrik Pascabayar
- Prakerja
- Bukasend
- Angsuran Kredit
- BPJS Kesehatan
- Air PDAM
- Telkom
- Pulsa Pascabayar
- TV Kabel & Internet
- Pajak PBB
- Penerimaan Negara
- Voucher Streaming
- Bayar Denda Tilang
- Bayar PPh Final
- Bayar PPN
- Bayar PPh 21
- Bayar SBN
- Bayar Bea
- BPJS Ketenagakerjaan
- BMoney
- Voucer Digital Emas
Sejarah Bisnis Bukalapak
Bukalapak didirikan oleh Achmad Zaky, Nugroho Herucahyono, dan Fajrin Rasyid pada awal 2010.
Achmad Zaky menyampaikan Bukalapak meraih status unicorn pada November 2017 dan tercatat di laporan CB Insights pada awal 2018.
Perusahaan itu meraih pendanaan seri C dengan partisipasi GIC dan Ant Group pada 2017. Bukalapak kemudian mendapatkan investasi dari Emtek Group dan 500 Startups pada awal 2018.
Nilai transaksi atau gross merchandise value (GMV) Bukalapak naik tiga kali lipat dibanding tahun sebelumnya atau year on year (yoy) selama 2018. GMV secara bulanan mencapai Rp 4 triliun.
Hal itu sejalan dengan target investor Emtek yakni US$ 4 miliar atau Rp 56 triliun selama 2018 atau rata-rata Rp 4,7 triliun per bulan.
Namun transaksi Bukalapak kalah dibandingkan Shopee dan Tokopedia yang gencar menggandeng selebritas Korea Selatan sebelum dan saat pandemi corona. Shopee menggandeng Blackpink dalam pesta diskon 12.12 di Filipina, Vietnam, Singapura, Malaysia, Thailand, Taiwan, dan Indonesia pada 2018.
E-commerce asal Singapura tersebut mencatatkan rekor 12 juta lebih transaksi di tujuh negara saat itu. Sebanyak 5,4 juta di antaranya berasal dari Indonesia.
Lebih dari 48 juta pengguna mengunjungi platform Shopee. Selain itu, gim goyang Shopee dimainkan 46 juta kali.
Dalam waktu tiga bulan, Shopee menyalip Lazada dari sisi jumlah kunjungan terbanyak per bulan ke platform di regional pada awal 2019. Padahal Lazada masih memimpin pada akhir 2018, berdasarkan data iPrice.
Shopee pun menggandeng lebih banyak selebritas Korea Selatan. E-commerce ini kemudian mengadakan fanmeeting dengan Red Velvet pada April 2019.
Jumlah kunjungan Shopee di Tanah Air pun melampaui Bukalapak, sehingga berada di urutan kedua setelah Tokopedia pada kuartal II 2019. Lalu, perusahaan menggaet GFriend pada November 2019. Pada pesta diskon 11.11 itu, perusahaan membukukan penjualan hingga 70 juta produk di tujuh negara.
Shopee kemudian menyalip Tokopedia dan menempati urutan pertama di Indonesia pada akhir 2019. Dengan strategi hallyu itu dan beragam promosi, Shopee juga memimpin di regional dari sisi jumlah kunjungan per bulan ke platform. Ini dapat dilihat pada Databoks berikut:
Strategi Shopee itu kemudian ditiru oleh Tokopedia dan Lazada. Sementara itu, Bukalapak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja alias PHK pada September 2019. Alasannya, untuk menghasilkan keuntungan.
Kemudian CEO Achmad Zaky digantikan oleh Muhammad Rachmat Kaimuddin, eks Direktur Keuangan dan Perencanaan Bank Bukopin, pada Desember 2019. Suksesi ini merupakan kelanjutan dari rencana jangka panjang Bukalapak memasuki dekade kedua dan dalam rangka membangun bisnis e-commerce yang berkelanjutan.
Lalu Fajrin Rasyid mundur dari Bukalapak dan menjadi Direktur Bisnis Digital di Telkom Indonesia pada Juni 2020.
Bukalapak kemudian menjadi unicorn pertama yang IPO pada awal Agustus 2021. Emiten dengan kode BUKA ini berhasil meraup Rp 21,9 triliun dari penjualan 25,76 miliar saham baru dengan harga Rp 850 per lembar.
IPO Bukalapak menjadi yang terbesar sepanjang sejarah. Rinciannya sebagai berikut:
Sebelum IPO dan masuk bursa saham, berdasarkan data CB Insights pada Februari 2021, valuasi Bukalapak sempat ditaksir US$ 3,5 miliar atau Rp 50 triliun. Tapi enam bulan berselang saat masuk bursa, valuasi emiten berkode BUKA ini sempat menembus Rp 100 triliun.
Teddy Oetomo yang saat itu menjabat President Bukalapak menyampaikan volatilitas harga saham wajar terjadi pada perusahaan teknologi. “Model bisnisnya sulit dipelajari karena sangat inovatif dan baru, tidak ada perbandingannya. Jadi biasanya perlu waktu bagi investor untuk mempelajarinya,” kata dia pada 2021.
Pada Desember 2021, Rachmat Kaimuddin mengundurkan diri dari jabatan Direktur Utama Bukalapak. Unicorn ini kemudian menunjuk Willix Halim sebagai Direktur Utama atau CEO Bukalapak pada awal 2022.
Bukalapak kemudian mengikuti strategi hallyu Shopee dengan menggandeng aktor Korea Selatan Song Joong-ki sebagai duta merek pada pertengahan 2022. Namun transaksinya tetap tidak menyalip Shopee maupun Tokopedia.
Perusahaan kemudian melakukan PHK pada 2023 dan 2024. Selain itu, Teddy Oetomo mundur dari Bukalapak pada Desember 2024.
Selama setahun terakhir pada 2024, saham BUKA anjlok 44,86%. Jika dihitung sejak resmi menjadi emiten BEI, harga saham perusahaan telah jatuh 83,84%.
Bukalapak telah mengumumkan akan menutup bisnis e-commerce per 8 Januari 2025. Rencana ini akhirnya diumumkan pada 7 Januari 2025 dan pelanggan terakhir kali bisa membeli pada 9 Februari.
Perusahaan memiliki sejumlah layanan di antaranya:
- Marketplace: Menyediakan produk fisik dan virtual dari berbagai kategori, termasuk ponsel, gadget, fashion, hingga barang segar dan produk digital seperti voucher game dan layanan keuangan.
- O2O (Online to Offline): Memberdayakan mitra warung dan kios tradisional melalui program Mitra Bukalapak, yang memungkinkan mereka menjual produk virtual seperti pulsa, token listrik, hingga layanan pembayaran tagihan.
- B2B (Business to Business): BukaPengadaan, solusi e-procurement yang terhubung dengan 7 juta UKM, membantu pengadaan barang dan jasa untuk korporasi dan pemerintah.
- Layanan Keuangan: Menyediakan layanan perbankan digital seperti BukaTabungan dan investasi mikro melalui BMoney, yang memberikan akses ke produk investasi dengan modal mulai dari Rp 1.000.
- Logistik: BukaSend memfasilitasi pengiriman dengan kemitraan bersama penyedia logistik terkemuka seperti GrabExpress, JNT, dan Anteraja.
Layanan yang ditutup yakni marketplace, sementara yang lainnya masih aktif. Untuk platform, konsumen masih bisa berbelanja produk virtual.