Sambangi Setiap Supermarket, Cara Bos HappyFresh Bangun Usaha
HappyFresh makin berkembang pesat. Lebih dari 300 supermarket menjadi rekanan. Layanannya merambah 14 kota di Indonesia, bahkan ke mancanegara di Malaysia dan Thailand. Total karyawannya melampaui 400 orang. Namun Fajar Budiprasetyo ingat benar bagaimana ia memeras tenaga dan pikiran saat awal menapaki bisnisnya sewindu lalu.
Perusahaan rintisan penyedia kebutuhan pokok secara online ini lahir pada 2014. Fajar dan timnya mesti turun ke lapangan untuk memperkenalkan bayi merah HappyFresh. Satu per satu pusat perbelanjaan atau supermarket mereka sambangi.
“Saat itu, 2014 online groceries belum ada. Kami datang ke sana menawarkan partnership online. Dengan sopan mereka menutup pintu,” kata Co-Founder yang juga Chief Technology Officer HappyFresh tersebut dalam program serial podcast Impactalk yang dirilis oleh Impactto belum lama ini.
Ada beberapa hal yang membuat supermarket masih enggan bergabung dengan HappyFresh. Pertama, mereka masih mempertanyakan siapa itu HappyFresh. Kedua, konsep bisnis grosir secara online masih cukup asing bagi beberapa supermarket kala itu.
Dia merasa dewi fortuna menghampirinya ketika berhasil meyakinkan satu jaringan supermarket besar, Ranch Market. “Dari sana mulai gampang meyakinkan yang lain, karena sudah ada contohnya,” ujar pria lulusan Ohio University, jurusan Computer Science 2001 itu.
Dan benar, keberuntungan ini berlanjut. Farmer’s Market bergabung sebagai mitra. Dan setelah itu ada nama-nama besar masuk dalam ekosistem stratup ini, seperti Lotte Mart, Hypermart, Hyfresh, Superindo, hingga Tip Top.
Mengandalkan networking, membuat Fajar merasa keberuntungan hingga kebetulan turut mendukungnya dalam membangun startup. “Kebetulan dan lucky penting banget, bagaimana cara kita men-set up kondisi agar lebih sering lucky,” ujarnya.
[Perbincangan lengkap program Impacttalk tersebut bisa dililhat pada link berikut ini]
Kini, kehadiran HappyFresh membantu banyak pihak, individu maupun korporat, memenuhi kebutuhan pokok secara daring, lebih-lebih di era pandemi. Menurut Fajar, selama pagebluk corona ini, 50 % orang mengalihkan belanja kebutuhannya ke online.
Layanan HappyFresh pun terus ditingkatkan. Februari lalu, misalnya, mereka meluncurkan supermarket online, yakni HappyFresh Supermarket. Lini bisnis itu menawarkan pengiriman dalam 30 menit atau dikenal dengan istilah quick commerce. “Di market ini, kami ingin orang melihat HappyFresh sebagai value for money, harga yang kompetitif,” ujar Fajar.
Prospek usaha yang menjanjikan ini yang membuat investor melirik stratup tersebut beberapa tahun terakhir. Pada 2021, misalnya, HappyFresh meraih pendanaan seri D senilai US$ 65 juta atau setara Rp 940 miliar. Tahun sebelumnya, dana US$ 20 juta terkumpul melalui putaran seri C.
Dalam membangun bisnis, Fajar juga memegang kuat petuah sang ayah yang mengatakan pentingnya untuk mencari kesempatan atau mencetak environment alias situasi. Hal itu agar faktor keberuntungan lebih kerap hadir, ketimbang faktor lainnya. Dia juga memaknai pesan itu dengan bekerja keras, sehingga peluang memperoleh keberuntungan bisa lebih besar.
Meskipun dipenuhi keberuntungan dan kebetulan, cerita Fajar dalam membangun startup bukanlah hal yang mudah. Berawal dari ide untuk membangun startup sejak 2004, Fajar pernah merasakan beberapa kali momentum jatuh bangun.
Sebelum internet marak digunakan, masyarakat lebih banyak berkomunikasi menggunakan pesan singkat atau yang dikenal sebagai SMS. Pada era tersebut, Fajar justru sudah memiliki software development house untuk melayani perusahaan seperti Astra dan Komatsu, dalam membuat perangkat lunak.
“Kira-kira 2008 atau 2007 akhir, kami sempat bikin aplikasi location based social network, tapi saat itu mobile data belum ada,” kata Fajar.
Tak butuh waktu lama sejak mobile data masuk ke Indonesia pada 2008, Fajar kemudian membangun Koprol Engineering yang kemudian diakuisisi Yahoo! pada 2009. Saat itu, Koprol bertugas mengelola produk komunikasi Yahoo untuk perangkat mobile Java.
“Full bareng Yahoo sekitar tiga tahun, setelahnya bikin software development house lagi, Ice House. Dua tahun di sana merasa masih ada passion yang tidak terpenuhi,” ujarnya.
Fajar mengaku sangat senang untuk melakukan pekerjaan seputar develop product, hingga memecahkan berbagai masalah atau solve user problem. Berangkat dari kesenangan itu, Fajar kembali membangun startup baru berbasis enterprise communication tools pada 2012-2013 akhir. Namun tak semulus harapan, sempat mendapatkan pendanaan, muncul kendala yang membuat startup sulit untuk mencari pendanaan baru.
Tak patah arang, Fajar kembali memutar otak merencanakan produk selanjutnya yang akan dia bangun. “Probleme apa yang kira-kira bisa saya solve,” katanya.
Menyontek dari kondisi mature markets seperti Amerika, Fajar justru melihat kesempatan yang bisa digarap dari bisnis groceries alias penyedia kebutuhan pokok. Ditambah lagi, dia kerap merasa terganggu dengan aktivitas belanja bulanan dan tak jarang membuat pengeluaran berlebih atau over spending.
“Hampir setiap minggu saya habiskan minimum sejam (ke groceries), karena anak saya masih kecil-kecil mintanya macam-macam. Tadinya cuman mau beli tomat, jadi over spending lagi,” ujar Fajar.
Berkaca dari kondisi tersebut dia mulai mengaitkan dengan masalah yang ada dan mulai menggalinya lebih dalam. Pucuk dicinta, teman Fajar, Markus Bihler tengah menyiapkan startup baru dan online grocery menjadi salah satu pertimbangan.
Menggandeng tim yang juga rekanannya selagi bekerja dengan Yahoo! dan Ice House, Fajar bersama Bihler, kemudian mendirikan HappyFresh pada 2014. Fajar memilih untuk menerapkan skema Scrum Agile dalam membangun HappyFresh dari sisi aplikasi. Ilmu tersebut dia peroleh saat masih bekerjasama dengan Yahoo!.
“Cara kami win the market, we become very boring service. Kami menganggap (groceries) belum boring (membosankan)," kata Fajar. "Dan targetnya, kami ingin menjadi utility service dan hadir sesuai kebutuhan.”
Aneka layanan ini untuk menciptakan kepuasan pelanggan. Namun secara internal, bekerja dengan menyenangkan juga terus dipupuk. Hasilnya, riset perusahaan rintisan di bidang teknologi edukasi, RevoU, menyebutkan HappyFresh masuk papan atas di perusahaan kategori teknologi yang memiliki tingkat kebahagiaan karyawan terbaik di Indonesia pada kuartal tiga 2021.
Hal ini diukur berdasarkan rata-rata rating dan jumlah ulasan dari karyawan. Hasil riset tersebut menunjukkan HappyFresh ada di urutan ketiga, seperti terlihat dalam Databakos berikut ini.