Startup Jumbo di Dunia Berkurang, Banyak yang Tak Lagi Jadi Unicorn
Valuasi startup jumbo di dunia menurun, berdasarkan data CB Insight. Ini berakibat pada jumlah unicorn dan decacorn yang menurun.
Unicorn merupakan sebutan bagi startup dengan valuasi di atas US$ 1 miliar. Sementara itu, decacorn lebih dari US$ 10 miliar.
CB Insights mencatat, valuasi startup awal hingga jumbo berdasarkan putaran pendanaan turun secara tahunan (year on year/yoy). Namun yang terparah yakni perusahaan rintisan skala pendanaan seri D ke atas.
Rincian valuasi startup secara kuartalan (quarter to quarter/qtq) dan yoy dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:
“Startup tahap akhir mengalami masa yang lebih sulit dengan valuasi rata-rata untuk putaran Seri D ke atas turun menjadi US$ 0,9 miliar atau tepat di bawah ambang batas untuk status unicorn,” demikian dikutip dari laporan CB Insights, Kamis (11/5).
Penurunan valuasi startup jumbo itu dibarengi dengan pengurangan pendanaan ke perusahaan rintisan skala seri D ke atas. Nilainya US$ 50 juta pada kuartal IV 2022 dan kuartal I 2023.
Rincian pendanaan ke startup jumbo global dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:
Penyebab Valuasi Startup Turun dan Dampaknya
Ketua Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro mengatakan, data CB Insights menunjukkan tren penurunan valuasi startup, terutama skala jumbo. Hal ini karena terjadinya beberapa downround.
“Downround dalam konteks startup merujuk pada putaran investasi. Valuasi startup lebih rendah daripada putaran investasi sebelumnya,” kata Eddi kepada Katadata.co.id, Kamis (11/5).
Tren tersebut bisa berdampak terhadap Asset Under Management atau AUM, yakni nilai pasar yang didapatkan setiap kali investor. Selain itu, “dapat berdampak pada imbal hasil yang dimiliki oleh modal ventura yang berinvestasi,” ujarnya
Meski begitu, downround bukan berarti negatif. Sebab, terkadang downround diperlukan untuk menyesuaikan valuasi perusahaan dengan kondisi pasar atau nilai riil.
Hal itu juga membuka kesempatan bagi investor baru yang tertarik dengan valuasi yang lebih rendah.
Downround juga dapat mempertahankan operasional startup. Selain itu, memberikan kesempatan bagi perusahaan rintisan untuk mengubah arah bisnis menjadi lebih baik.
Google, Temasek, dan Bain dalam laporan bertajuk e-Conomy Southeast Asia 2022 pernah mengungkapkan bahwa investor kini hanya membidik startup yang valuasinya turun. “Tujuannya, mencari Return on Investment atau ROI yang lebih tinggi,” demikian isi laporan.
ROI adalah persentase profit yang bisa didapat dari total jumlah aset investasi.
Mereka juga mencari negara yang pasarnya tengah berkembang atau sektor startup yang sedang ‘naik daun’.
Selain itu, kemungkinan hanya berinvestasi di startup portofolio atau yang sudah didanai ketimbang menjelajahi perusahaan rintisan yang belum terbukti kinerjanya.