Daftar Startup Palsukan Laporan Keuangan selain eFishery


Gibran Huzaifah, CEO eFishery yang kini jabatannya ditangguhkan, mengakui dirinya memoles angka laporan keuangan. Berikut daftar startup yang melakukan hal serupa.
Pendiri eFishery itu bercerita awal mula dirinya memutuskan untuk memoles angka laporan keuangan yakni setelah berdiskusi dengan pendiri startup lain.
Gibran bertanya kepada sesama pendiri startup Indonesia tentang bagaimana mereka berhasil mengumpulkan investasi baru. Jawabannya samar-samar dan hanya memberikan ‘kode’, yang menurut Gibran, pada dasarnya yakni memanipulasi angka-angka.
"Mereka mengatakan bahwa mereka memanipulasi angka-angka. Mereka memiliki beberapa 'growth hacking initiatives’ yang mereka lakukan dan biasanya mereka melakukannya sebelum penggalangan dana," kata Gibran dikutip dari Bloomberg, Selasa (15/4).
Katadata.co.id merangkum sejumlah startup yang memalsukan laporan keuangan:
1. Theranos
Theranos merupakan salah satu startup kesehatan di Amerika Serikat yang berdiri pada 2003. Model bisnisnya yakni menjalankan uji darah dengan teknologi.
Pendiri Elizabeth Holmes, yang pernah menyandang status wanita terkaya di dunia, mengklaim teknologinya dapat secara instan mendeteksi kondisi medis seperti kanker dan kolesterol tinggi hanya dengan mengecek darah.
Theranos meraih pendanaan lebih dari US$ 400 juta, dengan valuasi hampir US$ 9 miliar pada 2014.
Pada 2015, The Wall Street Journal mengangkat kisah tuduhan terhadap teknologi pengujian darah Theranos. Gugatan terhadap Theranos terus dilayangkan sejak saat itu.
CEO Elizabeth Holmes tidak berterus terang bahwa teknologi yang ia hasilkan lewat Theranos tidak berfungsi. Karyawan sudah mengingatkan bahwa tes belum siap untuk diuji publik, dan ada ketidakakuratan dalam teknologi.
Pada 2018, sejumlah fakta dan saksi bermunculan bahwa Elizabeth Holmes dan mantan kepala operasional Ramesh Balwani menipu pasien, mitra, serta karyawan tentang pengembangan usaha dan kemampuan teknologinya.
Elizabeth Holmes juga memalsukan laporan tentang teknologi dan kas keuangan kepada para investor dan karyawan.
Pada 2022, Elizabeth Holmes menghadapi hukuman penjara hingga 20 tahun serta denda US$ 250 ribu ditambah restitusi untuk setiap tuduhan.
2. Frank
CEO startup bantuan keuangan Frank, Charlie Javice diduga menipu JP Morgan US$ 175 juta atau Rp 2,6 triliun. Ia masuk Forbes 30 Under 30 atau daftar anak muda berusia di bawah 30 tahun yang dinilai berhasil membuat terobosan.
Frank menyediakan perangkat lunak alias software yang memudahkan mahasiswa mengajukan bantuan keuangan.
JP Morgan mengakuisisi Frank US$ 175 juta atau sekitar Rp 2,6 triliun pada September 2021. “Tujuannya, memperdalam hubungan perusahaan dengan mahasiswa,” kata petinggi kepada CNBC Internasional, pada Januari 2023.
Saat itu, bank raksasa tersebut memuji Frank karena pertumbuhan yang sangat cepat. Aplikasi ini digunakan oleh lebih dari lima juta mahasiswa di 6.000 institusi.
JP Morgan bahkan menawarkan pendiri Frank, Javice untuk bergabung di perusahaan.
Namun JP Morgan Chase menutup situs web Frank pada 12 Januari 2023. Raksasa keuangan ini menuduh Javice membuat hampir empat juta akun pelanggan Frank palsu.
Hal itu diketahui setelah JP Morgan mengirimkan email pemasaran ke 400 ribu pelanggan Frank. Sekitar 70% email bounce back atau tidak dapat terkirim.
Bank tersebut pun mengajukan gugatan ke pengadilan federal bulan lalu. JP Morgan menuduh Javice membuat akun pelanggan palsu.
3. Mozido
Pendiri startup fintech Mozido, Michael Liberty, istri dan beberapa rekan, didakwa oleh Komisi Sekuritas dan Bursa atau SEC atas tuduhan penipuan investor dan penyalahgunaan dana.
Liberty diduga memberikan informasi palsu kepada investor mengenai nilai perusahaan sebelum menjadi Mozido. Ia mengklaim valuasi Mozido US$ 1 miliar, padahal dewan direksi menilainya jauh lebih rendah.
Mereka menggelapkan sebagian besar dari lebih dari US$ 48 juta dana yang terkumpul dari investor. Uang ini digunakan untuk mendanai gaya hidup mewah Liberty, termasuk jet pribadi, rumah mewah, mobil mahal, dan produksi film.
Liberty dan rekan-rekannya dituduh menggunakan kesuksesan Mozido untuk menjual saham di perusahaan cangkang kepada investor.
SEC menyatakan para terdakwa menipu investor agar percaya bahwa mereka mendanai startup yang berkembang pesat, padahal kenyataannya tidak demikian.
4. Satyam Computers India
Kasus penipuan di startup Satyam Computer Services terungkap pada 2009, ketika mantan ketua dan direktur pelaksana Ramalinga Raju mengakui telah menggelembungkan pendapatan perusahaan.
Hal itu terungkap saat perusahaan teknologi asal India Tech Mahindra mengakuisisi Satyam untuk menyelamatkannya dari kehancuran finansial, serta melindungi karyawan serta pelanggan.
Akan tetapi, Departemen Pajak Penghasilan India mengenakan pajak 2.000 rupee India crore kepada Tech Mahindra, termasuk pajak atas pendapatan fiktif yang sebelumnya dilaporkan oleh Satyam.
Tech Mahindra mengajukan petisi ke Pengadilan Tinggi Telangana untuk menentang tindakan Departemen Pajak Penghasilan, dengan alasan bahwa mereka tidak seharusnya dihukum atas penipuan yang dilakukan oleh manajemen lama Satyam.
Setelah persidangan selama 14 tahun, Pengadilan Tinggi memutuskan untuk mendukung Tech Mahindra.
Pengadilan memerintahkan Departemen Pajak Penghasilan untuk menilai kembali pendapatan perusahaan berdasarkan laporan keuangan yang direvisi, yang tidak termasuk pendapatan fiktif yang menjadi bagian dari penipuan Satyam. Keputusan ini dianggap sebagai bantuan bagi Tech Mahindra.