Terdampak Ancaman Resesi, Kini Google Juga Terancam Denda dari Italia
Setelah terdampak ancaman resesi, Kini, Raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS), Google malah menghadapi ancaman denda dari otoritas Italia karena masalah keamanan data.
Otoritas persaingan usaha di Italia AGCM, pada Kamis (14/7), mengatakan mereka telah meluncurkan penyelidikan terhadap Google atas dugaan penyalahgunaan posisi dominan dalam portabilitas data. Otoritas juga telah melakukan inspeksi di kantor Google bersama dengan polisi keuangan Italia.
AGCM mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Google diduga menghalangi interoperabilitas data dengan platform lain, terutama dengan aplikasi pemasaran Weople.
"Perilaku Google dapat menekan hak atas portabilitas data pribadi. Ini dapat membatasi manfaat ekonomi yang diperoleh konsumen dari data mereka," kata AGCM dikutip dari Reuters, Kamis (14/7).
Aplikasi Weople dioperasikan oleh perusahaan Italia bernama Hoda. Aplikasi ini mendorong pengguna web untuk menautkan akun pihak ketiga, seperti Gmail dan akun Google lainnya. Tujuannya untuk memindahkan data pribadi mereka ke secara digital.
Google kemudian mengklaim data mereka akan disimpan dengan aman. Namun Hoda menyampaikan kepada otoritas bahwa ada efek negatif dari perilaku Google atas inisiatifnya untuk menautkan data pribadi.
Padahal, Google sedang terkena dampak ancaman resesi. Induk Google, Alphabet telah memperlambat laju perekrutan karyawan hingga tahun depan. Hal ini disampaikan oleh CEO Sundar Pichai kepada karyawan melalui email pada Selasa (12/7).
Dalam pemberitahuan itu, induk Google mempekerjakan 10 ribu pegawai sampai kuartal kedua. “Imbas kemajuan perekrutan yang dicapai, kami akan memperlambat laju perekrutan untuk sisa tahun ini, sambil tetap mendukung peluang terpenting,” kata Pichai dikutip dari CNBC Internasional, Selasa (12/7).
Google juga bakal mengurangi investasi dalam penelitian dan pengembangan. Raksasa teknologi ini akan spesifik berinvestasi pada bisnis yang lebih prioritas selama periode ketidakpastian ekonomi ini.
"Dalam beberapa kasus, itu berarti mengkonsolidasikan di mana investasi tumpang tindih dan merampingkan proses," kata Pichai.
Ia mengatakan, upaya tersebut merupakan dampak dari kondisi ekonomi global. "Seperti semua perusahaan, kami tidak kebal terhadap hambatan ekonomi," katanya.
AS memang menjadi salah satu negara yang terancam resesi. Lonjakan harga barang masih terus berlangsung di AS. Ini ditandai dengan laju inflasi tahunan yang mencapai 9,1% pada Juni, tertinggi sejak November 1981.
Pasar semakin khawatir The Federal Reserve akan mengambil langkah yang semakin agresif dalam menaikkan suku bunga dan meningkatkan ancaman resesi.
Apalagi, perusahaan Pialang Global Nomura Holdings telah memperkirakan ada tujuh negara yang masuk jurang resesi ekonomi tahun depan, yaitu: Amerika Serikat, Zona Eropa, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Kanada.
Dalam catatan penelitian, Nomura menggarisbawahi beberapa negara ekonomi menengah, termasuk Australia, Kanada, dan Korea Selatan, akan menghadapi masalah utang. Mereka berisiko mengalami resesi lebih dalam dari perkiraan, jika kenaikan suku bunga memicu kegagalan di sektor perumahan.