Pasar Indonesia Besar, FMC Dinilai Memiliki Prospek Cerah
Telkomsel dan IndiHome akan menggabungkan layanan dalam bentuk Fixed Mobile Convergence (FMC). Kehadiran FMC merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas layanan pengguna dan mendorong keunggulan kompetitif Telkom.
Melalui aksi korporasi Telkom berupa pemisahan usaha, IndiHome dan Telkomsel akan saling menopang ketika operasional perusahaan mengalami gangguan. Dari segi bisnis, keduanya juga memberi keuntungan satu sama lain, karena saling memperkuat dalam upaya penetrasi pasar dan menghadirkan layanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pembagian fokus bisnis itu menjadi strategi Telkom dalam menyiasati kompetisi di sektor digital dan telekomunikasi yang kian ketat. Ini sejalan dengan arahan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yang menyatakan Telkom akan berjalan di jalur business to business, sedangkan Telkomsel mengurusi business to customer.
Executive Director Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menyatakan, FMC sejatinya bukanlah barang baru. Menurutnya, kehadiran FMC merupakan angin segar baik bagi perusahaan telekomunikasi maupun masyarakat.
“Ketika kita bicara seluler, pernah ada juga Fixed Wireless Access (FWA), kemudian ada juga Fixed Line atau Fixed Broadband. Kita melihat arah ke depan itu adalah Fixed Mobile Convergence di mana terjadi konvergensi atau penyatuan layanan antara yang fixed dengan mobile,” ujar Heru dalam wawancara telepon, Selasa (27/12).
Bisnis FMC sendiri telah diterapkan di sejumlah negara seperti Tiongkok, Singapura, dan Australia. Saat ini Tiongkok masih menjadi pasar terbesar bagi FMC di Asia Pasifik.
Namun, Heru memandang FMC memiliki prospek yang cerah di Indonesia jika menilik tingginya jumlah pengguna internet dan pertumbuhannya yang berkelanjutan. Begitu juga dengan tingginya penggunaan media sosial dan menjamurnya berbagai layanan berbasis aplikasi.
“Jumlah pengguna internet kita 204,7 juta dan dalam beberapa bulan ke depan akan ada perubahan baru, mungkin angkanya mencapai 210 juta lebih. Artinya bahwa Indonesia juga bukan pasar yang kecil (untuk FMC),” katanya.
Meski sejumlah negara telah menerapkan FMC lebih dahulu, Heru berpendapat Indonesia tidak terlambat dalam menghadirkan layanan FMC. Hal ini lantaran operator telekomunikasi di dunia pun memerlukan waktu yang panjang untuk menemukan model bisnis yang tepat untuk layanan FMC.
Heru juga menyinggung bahwa tak semua perusahaan telekomunikasi mampu menyediakan layanan FMC lantaran tak semua perusahaan telekomunikasi memiliki layanan fixed broadband dan mobile broadband sekaligus.
Bagi perusahaan yang hanya memiliki salah satu layanan, langkah yang dilakukan umumnya adalah merger dengan perusahaan lain yang bisa melengkapi layanannya. Namun, langkah tersebut juga memiliki potensi hambatan, yakni ketimpangan jangkauan antara fixed broadband dengan mobile broadband.
“Misal dia punya fixed broadband-nya hanya di Jakarta tapi mobile broadband-nya nasional, ini kan juga tidak imbang,” tuturnya.
Terlepas dari hambatan tersebut, Heru menilai FMC menjadi solusi untuk mengakomodir tuntutan pasar digital. Harapannya bisa memberikan layanan yang luas, harga terjangkau, dan kualitas jaringan yang mumpuni.
“Konvergensi layanan fixed dan mobile merupakan kebutuhan dari masyarakat dan kalau dua layanan ini bisa dikonvergensikan ini juga bagus bagi operator,” katanya.