Kata Kominfo soal Hoaks Pemilu 2024 Pakai AI
Hoaks Pemilu 2024 yang dibuat menggunakan kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) mulai beredar. Kominfo atau Kementerian Komunikasi dan Informatika mengimbau masyarakat menguasai kecakapan berpikir kritis untuk menangkal hal ini.
“Berpikir kritis ini yang paling penting bisa menangkal hoaks. Sebab, hoaks sekarang semakin canggih dan bentuknya bermacam-macam,” kata Wakil Menteri Kominfo Nezar Patria dalam Diskusi #DemiIndonesiaCerdasMemilih di Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Kamis (25/1).
Nezar menyampaikan, AI generatif menghasilkan konten hoaks seolah-olah asli. Bahkan, bisa menjadikan peristiwa yang tidak pernah terjadi seolah otentik dan terjadi.
Ia mencontohkan video Presiden Joko Widodo atau Jokowi berbahasa Mandarin dan bahasa Arab yang direkayasa menggunakan teknologi AI deepfake.
“Contoh kecil, pernah beredar dan cukup ramai menjadi viral, Presiden Jokowi digambarkan berbicara dalam bahasa Mandarin. Suaranya mirip, wajah dan gerak bibir sama. Semuanya sama. Tapi itu hoaks,” kata dia.
Lalu yang terbaru, viral rekaman suara Ketua Umum Nasional Demokrat atau Nasdem Surya Paloh yang memarahi Anies Baswedan. Ketua Tim Hukum Anies - Muhaimin atau AMIN, Ari Yusuf Amir menyatakan rekaman ini hoaks.
Nezar menilai penyalahgunaan kecanggihan teknologi akan mudah memanipulasi masyarakat mengikuti skenario pihak yang tidak bertanggung jawab. Terlebih lagi, menurut dia tidak semua lapisan masyarakat memiliki kemampuan memilah informasi dengan bijak.
“Beberapa elemen masyarakat dengan mudah bisa melakukan identifikasi bahwa ini hoaks, karena ada sesuatu yang tidak logis di sana, tidak natural. Tapi ada juga elemen masyarakat yang mungkin tidak punya kepekaan itu. Dia menerima informasi yang dibuat oleh hoaks dengan begitu saja,” kata dia.
Oleh karena itu, Wamen Nezar Patria menekankan agar masyarakat selalu berhati-hati dan mengecek ke sumber resmi kebenaran setiap informasi yang diterima.
“Di sini saya kira pentingnya literasi digital. Jangan cepat percaya sesuatu yang membangkitkan emosi, sesuatu yang too good to be true sehingga kita larut di dalamnya. Kita periksa lagi ke sumber-sumber yang otoritatif apakah informasi itu benar adanya,” Nezar menambahkan.
Selain kemampuan berpikir kritis, butuh penciptaan ruang digital yang aman, produktif, dan inklusif dalam menghadapi hoaks AI generatif. “Perlu ada kemampuan problem solving, transparansi, dan empowerment buat masyarakat melalui literasi ataupun edukasi yang kritis,” katanya.