Viral Dugaan Sirekap Curang, Ini Penyebab Sistem Salah Baca Data

Lenny Septiani
15 Februari 2024, 14:22
alasan sirekap salah baca data, sirekap curang, quick count, real count,
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/YU
Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) melengkapi data dari formulir C-Hasil untuk aplikasi Sirekap Pemilu 2024 seusai penghitungan surat suara Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di TPS 23 Pabean udik, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (14/2/2024).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Warganet ramai-ramai mengunggah data perhitungan suara yang berbeda antara aplikasi Sirekap dengan formulir C1 yang dipindai oleh petugas KPPS atau Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara.

Menurut Chairman Communication & Information System Security Research Center atau CISSReC Pratama Persadha menyampaikan beberapa potensi penyebab sistem Sirekap salah membaca data di formulir C1, yakni:

  • Teknologi pengenalan tanda optis alias optical mark recognition dan pengenalan karakter optis alias optical character recognition yang kurang bagus untuk mengubah gambar menjadi huruf atau angka
  • Kamera ponsel petugas KPPS yang kurang bagus, sehingga foto lembar plano C1 buram atau kurang jelas

Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom Alfons Tanujaya juga mengungkapkan beberapa alasan yang mungkin menjadi penyebab sistem aplikasi Sirekap salah membaca data, di antaranya:

  • Kesalahan pada gawai untuk memindai foto mengingat kualitas kamera berbeda-beda
  • Hasil pindai optical mark recognition dan optical character recognition tidak akurat 100%

Namun ia menilai perlu ada pengecekan lintas-divisi untuk mengetahui alasan sistem aplikasi Sirekap salah membaca data.

“Menurut KPU, yang membaca sepenuhnya mesin. Di tengah-tengah proses itu tidak ada yang bisa mengganti. Ini bertujuan mencegah adanya perubahan oleh manusia,” kata Alfons kepada Katadata.co.id, Kamis (15/2).

Menurut Alfons dan Pratama, semestinya ada sistem error checking untuk mendeteksi kesalahan hitung. “Kalau total yang dihasilkan mesin berbeda dengan yang dipindai, semestinya bisa dicek ulang jika ada error checking,” kata dia.

Alfons menilai, KPU perlu memberikan dokumen perbandingan dengan hasil di grafik. Selain itu, KPU perlu menyatakan bahwa hasil dari Sirekap bukan berarti sah, melainkan hanya bertujuan mempercepat perhitungan.

“Jadi siapapun bisa mengecek dan melaporkan jika terjadi eror, sehingga dapat memupus anggapan rekayasa oleh manusia,” ujar Alfons.

Katadata.co.id telah menghubungi Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU Betty Epsilon Idroos. Namun belum ada tanggapan.

Betty sebelumnya menjelaskan, aplikasi Sirekap akan meminimalisir kesalahan entry data, mempermudah proses rekapitulasi di kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional, serta menyajikan informasi hasil penghitungan suara di TPS kepada publik dalam waktu yang tidak terlalu lama.

KPU menyediakan pemindai alias scanner dan mesin fotokopi di masing-masing TPS. Aplikasi Sirekap juga dilengkapi teknologi pengenalan tanda optis alias optical mark recognition dan pengenalan karakter optis alias optical character recognition.

Kedua teknologi itu bisa mengenali pola dan tulisan tangan yang tertera pada formulir C1 plano di TPS. “Kalau angka itu tak terbaca, maka dia berfungsi merevisi apa yang ada di gambar, dengan apa yang harus diperbarui,” kata Betty, Selasa (6/2).

Namun, Badan Pengawasan Pemilu atau Bawaslu menyoroti Sirekap KPU yang berpotensi menimbulkan kecurangan Pemilu. Alasannya, tidak meratanya infrastruktur Tanah Air dan pengetahuan teknologi KPPS.

“Ini bisa jadi masalah, apakah mereka semuanya bakal bisa mengoperasikan? Petugas KPPS banyak yang tidak lulus SMA,” kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja di acara Jakarta Foreign Correspondent Club bertajuk Election Transparency Talk di Ascott Sudirman, Jakarta, pekan lalu (7/2).

Sepengetahuannya, KPU belum memberi bimbingan teknologi pada petugas KPPS yang bertugas di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, Bagja khawatir proses rekapitulasi suara nantinya dicurangi.

Saat itu, Bagja menyatakan bahwa Bawaslu bakal mengawasi dari tahap kabupaten, kota, provinsi hingga nasional.

“Bisa bayangkan bagaimana kalau ada petugas KPU yang nakal, dia bisa mengganti angka. Kalau ada suara kosong tapi dinyatakan masuk ke salah satu kandidat, itu bisa jadi masalah,” kata Bagja

Reporter: Lenny Septiani, Desy Setyowati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...