Dicecar  DPR, Kominfo Ungkap Kelemahan Starlink

Desy Setyowati
10 Juni 2024, 15:33
Starlink, kominfo, dpr,
Starlink, Telkom University
Starlink
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Komisi I DPR mencecar Kominfo atau Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan pertanyaan terkait Starlink. Kementerian pun mengungkapkan kelemahan perusahaan milik Elon Musk ini.

Anggota Komisi I DPR menyoroti anggaran Kominfo untuk membangun menara Base Transceiver Station dan satelit Satria, ketika Pemerintah mengizinkan Satelit. Selama ini Pemerintah menyatakan bahwa Starlink akan difokuskan menyasar daerah tertinggal, terdepan, terluar alias 3T.

“BAKTI Kominfo meminta anggaran untuk membangun BTS. Dengan adanya Starlink, apakah BTS masih diperlukan? Bukankah akan menjadi pemborosan,” kata Anggota Komisi I DPR Nurul Arifin saat rapat dengar pendapat alias RDP dengan Kominfo di Gedung DPR Jakarta, Senin (10/6).

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR lainnya Rizki Aulia Rahman Natakusumah menyinggung soal Kominfo yang memiliki satelit Satria, tetapi masih mengizinkan Starlink.

Lalu Jazuli Juwaini dan Hasbi Anshory menyoroti soal kesamaan kebijakan antara operator seluler lokal dengan Starlink, seperti perpajakan.

Menanggapi hal itu, Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi menjelaskan bahwa Starlink menggunakan satelit Low Earth Orbit atau LEO yang jaraknya lebih dekat dengan bumi ketimbang GEO alias Geostasioner Earth Orbit sekitar 36 ribu dari atas permukaan laut.

Satelit Satria termasuk GEO. “GEO unggul dalam hal cakupan, tetapi kelemahannya harus ditutup dengan LEO,” kata Budi.

Ia tidak memerinci kelemahan yang dimaksud. Akan tetapi, sejumlah sumber menyebutkan bahwa GEO memiliki kekurangan dari sisi kecepatan internet. Hal ini karena sinyal membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berpindah dari Bumi ke satelit, karena posisinya yang jauh.

“Teknologi itu saling melengkapi. Di perkotaan tidak mungkin menang Starlink,” ujar Budi.

Selain itu, satelit seperti Starlink menghadapi tantangan dari fenomena alam seperti badai matahari. Pada Februari 2022 ketika roket Falcon 9  meluncurkan 49 satelit Starlink, badai matahari atau geomagnetik muncul keesokan harinya.

Badai Matahari tersebut membuat atmosfer semakin padat, sehingga meningkatkan gaya hambat pada satelit. Hal ini mengakibatkan sebagian besar satelit Starlink jatuh kembali ke Bumi.

Dari sisi peraturan, Budi memastikan Starlink mendapatkan perlakuan yang sama dengan operator seluler lokal. Dia menegaskan bahwa perusahaan milik Elon Musk ini sudah memiliki kantor pusat operasional jaringan atau Network Operation Center (NOC) di Cibitung, Bekasi.

Kominfo juga berdiskusi dengan Direktorat Jenderal atau Ditjen Pajak Kementerian Keuangan alias Kemenkeu terkait perpajakan untuk Starlink.



Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...