AI Timbulkan Diskriminasi pada Pekerja Perempuan
Institute of Management Development atau IMD menyebut kecerdasan buatan alias AI bisa mengancam lapangan pekerjaan. Automasi pekerjaan ini lebih mengancam pekerja perempuan dibanding laki-laki.
“Data Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) menunjukkan perbedaan gender ternyata memberi dampak berbeda akibat implementasi AI dan otomatisasi pekerjaan,” kata Direktur IMD, Arturo Bris dikutip dari siaran pers, Selasa (24/9).
Data ini menunjukkan perempuan di negara maju (7,9%) lebih terdampak otomatisasi pekerjaan dengan AI ketimbang laki-laki (2,9%). Sementara di negara berkembang, perempuan (2,7%) pun lebih terdampak AI ketimbang pria (1,3%).
Riset ini juga menunjukkan AI bakal menggantikan 5,5% pekerjaan di negara berpendapatan tinggi dan hanya kurang dari 0,4% di negara berpendapatan rendah. Hal ini lantaran akses teknologi lebih terbatas di negara berpendapatan rendah.
Riset IMD juga menunjukkan 12% eksekutif di 67 negara mengaku AI sudah menggantikan sebagian pekerjaan, sehingga bisa mengurangi jumlah karyawan. Di sisi lain, 7% eksekutif berpikir AI menyebabkan karyawan membatasi kerja pada batas minimum (quiet quitting) atau memilih pensiun dini.
Diskriminasi Mengurangi Pertumbuhan Ekonomi Jangka Panjang
Responden yang berpikir AI bisa menggantikan karyawan, ternyata menunjukkan peningkatan diskriminasi, seperti pada pekerja perempuan. Direktur IMD World Competitiveness Center, Arturo Bris, bilang perlu ada evaluasi ulang soal keadilan dan akuntabilitas algoritma AI untuk perekrutan, promosi, dan evaluasi kinerja karyawan.
Peningkatan diskriminasi ini, menurut Bris, bisa berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pasalnya, daya saing suatu negara bisa berkurang karena tenaga kerja asing yang berkualitas tidak tertarik masuk ke negara diskriminatif. Sehingga, korporasi-korporasi besar kesulitan mendapat variasi SDM dan talenta yang dibutuhkan
“Pencegahan ini perlu dilakukan agar tak berkembang menjadi gejolak sosial dan berdampak kemampuan suatu negara untuk menarik talenta asing. Kurangnya daya tarik ini ujungnya akan berdampak pula pada pertumbuhan ekonomi,” kata Bris.