Riset: Kerugian Scam di Indonesia Capai Rp 49 Triliun Sepanjang Tahun

Kamila Meilina
31 Oktober 2025, 14:48
Phone Scam
Berbagai Sumber
Phone Scam
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Penipuan digital masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat Indonesia. Laporan terbaru Global Anti-Scam Alliance (GASA) bersama Indosat Ooredoo Hutchison mencatat scammer di Indonesia mencuri US$ 3,3 miliar atau setara Rp 49 triliun sepanjang tahun.

Dalam laporan bertajuk Indonesia State of Scams Report 2025, disebutkan bahwa 14% orang dewasa Indonesia mengaku kehilangan uang akibat penipuan dalam 12 bulan terakhir, dengan rata-rata kerugian mencapai Rp1.723.310 per korban atau sekitar US$114,85.

“Sekitar dua pertiga orang dewasa Indonesia pernah menghadapi penipuan, dan sebagian besar mengalaminya beberapa kali dalam sebulan,” ungkap APAC Director, GASA, Bryan D. Hamley, di Jakarta Selatan, Jumat (31/10).

Bryan menjelaskan secara global data survei ini menjangkau 46.000 responden dari 42 negara. Di Indonesia, responden sebanyak 1.000 orang.

Data menunjukkan kelompok milenial mengalami kerugian terbesar dibanding generasi lain, dengan rata-rata kehilangan Rp1,95 juta.

Sementara itu, generasi baby boomers kehilangan sekitar Rp1 juta per korban. Bahkan, individu yang merasa “selalu bisa mengenali penipuan” tetap kehilangan rata-rata Rp576 ribu dalam setahun terakhir.

Laporan tersebut mencatat bahwa dua pertiga orang dewasa Indonesia (66%) pernah mengalami paparan penipuan digital, sementara 35% di antaranya benar-benar menjadi korban. Rata-rata, setiap orang menghadapi 55 percobaan scam per tahun atau satu kali setiap minggu.

Brian menjelaskan, 86% orang Indonesia mengaku percaya diri bisa mengenali penipuan, bahkan 18% merasa “selalu bisa mengenali scam”.

“Namun data membuktikan bahwa kepercayaan diri ini tidak selalu sejalan dengan kewaspadaan, sebab banyak dari mereka tetap menjadi korban,” kata dia.

Jenis penipuan paling banyak dialami masyarakat Indonesia meliputi:
•⁠ ⁠Penipuan investasi (63%),
•⁠ ⁠⁠Penipuan belanja online (55%),
•⁠ ⁠⁠Penipuan amal/penggalangan dana palsu (55%).

Sementara itu, metode pembayaran yang paling sering digunakan oleh pelaku untuk menipu korban adalah melalui transfer bank (65%) dan dompet digital (43%).

Langkah paling umum yang dilakukan masyarakat untuk mengecek keaslian tawaran meliputi:
•⁠ ⁠Mencari ulasan di situs lain (36%)
•⁠ ⁠⁠Mengecek keberadaan nomor kontak (35%)
•⁠ ⁠⁠Memastikan perusahaan aktif di media sosial (30%)
•⁠ ⁠⁠Berkonsultasi dengan keluarga atau teman (32%)

GASA mencatat bahwa 85% percobaan penipuan di Indonesia terjadi melalui platform pesan langsung seperti WhatsApp, Telegram, dan media sosial. Panggilan telepon dan pesan SMS menempati posisi berikutnya

Fenomena ini mencerminkan pergeseran pola penipuan dari interaksi langsung menjadi modus digital, di mana pelaku memanfaatkan data pribadi korban dan penawaran menggiurkan untuk menjebak calon target.

Selain kerugian finansial, 51% korban penipuan mengaku mengalami stres berat setelah kejadian. “Bukan hanya malu, tapi kehilangan uang hasil kerja keras yang seharusnya untuk kebutuhan pokok keluarga. Itu membuat banyak orang merasa terpukul,” kata Bryan.

Beberapa kasus besar juga disebut menimpa masyarakat, termasuk penipuan investasi dan kripto yang menjerat banyak orang dengan skema pengembalian palsu. Bahkan, ada korban yang kehilangan ratusan juta hingga miliaran rupiah karena tergiur janji keuntungan tinggi.

Ia menekankan pentingnya kesadaran publik dan kolaborasi lintas sektor untuk menekan angka kejahatan digital. Upaya pencegahan dilakukan dengan kampanye edukasi, dukungan hukum dan psikologis bagi korban, serta peningkatan keamanan digital oleh industri teknologi.

“Kami terus berupaya membangun internet yang lebih aman bersama perbankan, operator telekomunikasi, fintech, e-commerce, dan media sosial. Media juga memegang peran penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat,” ujarnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Kamila Meilina
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...