GenAI Dorong 80% Petinggi IT Asia Pasifik Andalkan Edge

Luky Maulana
Oleh Luky Maulana - Tim Publikasi Katadata
6 November 2025, 15:37
Ilustrasi AI generatif
YouTube AI Revolution
Ilustrasi AI generatif
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kala teknologi AI generatif (GenAI) makin penting bagi operasional bisnis, organisasi-organisasi di Asia Pasifik makin mempertimbangkan dukungan model infrastruktur teknologi informasi (IT) 'edge'.

Hal itu terungkap dalam makalah penelitian IDC berjudul The Edge Evolution: Powering Success from Core to Edge  yang dibuat atas permintaan Akamai Technologies (NASDAQ: AKAM), perusahaan keamanan siber dan komputasi awan yang memberdayakan dan melindungi bisnis online

Dalam laporan itu disebutkan, perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik (APAC) menyadari bahwa arsitektur cloud terpusat saja tidak mampu memenuhi tuntutan skalabilitas, kecepatan, dan kepatuhan yang semakin meningkat. 

Oleh karena itu, layanan edge akan menjadi andalan baru karena memungkinkan pemrosesan data yang lebih cepat dan efisien. Edge merupakan platform pada sistem IT yang menjalankan penyimpanan, komputasi, jaringan, hingga keamanan siber. Penempatannya dekat dengan sumber data, bukan di cloud atau pusat data yang jauh. 

Menurut laporan IDC Worldwide Edge Spending Guide—Forecast 2025, layanan public cloud untuk edge diprediksi akan terus berkembang dengan tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan (CAGR) sebesar 17% hingga 2028. Adapun total belanja diproyeksikan mencapai US$29 miliar pada 2028.

Selain itu, IDC memprediksi, pada 2027 sekitar 80% Chief Information Officer (CIO) perusahaan-perusahaan Asia Pasifik (APAC) akan beralih ke layanan edge dari penyedia cloud untuk memenuhi tuntutan kinerja dan kepatuhan inferensi AI.

Adopsi AI dan Realitas Infrastruktur

Peningkatan belanja edge IT terutama berkaitan dengan keterbatasan infrastruktur cloud saat penggunaan AI makin meluas.

Menurut riset tersebut, di tingkat Asia Pasifik, 64% perusahaan sudah mencoba aplikasi GenAI dalam tahap uji coba, sedangkan 31% masuk ke tahap produksi.

Angka pemanfaatan GenAI itu bervariasi di setiap negara. Singapura memimpin (85%) dalam menyatakan bahwa beban kerja dan aplikasi AI menjadi alasan utama perubahan infrastruktur teknologi, diikuti Indonesia (63%) dan Malaysia (35%).

Ilustrasi AI generatif
Ilustrasi AI generatif (YouTube AI Revolution)

Namun, momentum ini mengungkap kesenjangan serius dalam arsitektur cloud yang ada. 

Pertama, biaya tak terduga. Sekitar 24% organisasi mengaku kaget dengan lonjakan biaya cloud yang sulit diprediksi dalam strategi GenAI mereka.

Kedua, hambatan kinerja. Masalah model cloud hub-and-spoke konvensional yang menimbulkan latency (keterlambatan) yang mengganggu kinerja aplikasi AI yang membutuhkan respons real-time.

Ketiga, kompleksitas multicloud. 49% perusahaan mengaku kesulitan mengelola lingkungan multicloud karena alat yang tidak konsisten dan manajemen data yang terfragmentasi.

Keempat, tantangan regulasi: 50% dari 1.000 organisasi teratas di Asia Pasifik diperkirakan kesulitan mengikuti perubahan regulasi dan standar kepatuhan yang terus berkembang. Ini pada gilirannya menghambat kemampuan beradaptasi dan berinovasi dengan AI.

“Kemampuan AI sangat tergantung pada kekuatan infrastrukturnya,” kata Parimal Pandya, Wakil Presiden Senior, Penjualan, dan Direktur Pelaksana, Asia-Pasifik di Akamai Technologies.

“Riset IDC ini mengungkap bagaimana berbagai perusahaan di Asia-Pasifik mengadopsi infrastruktur yang lebih terdistribusi dan mengutamakan edge untuk memenuhi kebutuhan kinerja, keamanan, dan biaya beban kerja AI modern. Platform edge global Akamai dibangun untuk transformasi ini—mendekatkan kekuatan komputasi kepada pengguna, di tempat yang paling dibutuhkan.”

Daphne Chung, Direktur Riset di IDC Asia-Pasifik, menambahkan, GenAI beralih dari eksperimen ke penerapan di seluruh perusahaan. Akibatnya, organisasi memikirkan kembali bagaimana dan di mana infrastruktur mereka beroperasi.

"Strategi edge tidak lagi teoritis. Strategi tersebut diimplementasikan secara aktif untuk memenuhi tuntutan dunia nyata akan kecerdasan, kepatuhan, dan skalabilitas,” lanjutnya.

Temuan-temuan Kunci di APAC

Perusahaan di Asia Pasifik mulai mempercepat transformasi digital dengan mengintegrasikan GenAI ke dalam operasi bisnis. Laporan IDC yang disponsori Akamai menunjukkan setiap negara menempuh strategi yang berbeda dalam memperkuat fondasi teknologi, khususnya infrastruktur edge, untuk mendukung kinerja GenAI.

  • Di Asia Tenggara (ASEAN), terlihat jelas bahwa arah transformasi teknologi menuju strategi edge-first, terutama di luar kota-kota besar. Hampir seluruh perusahaan (91%) meyakini GenAI akan berdampak besar dalam 18 bulan ke depan. Sebanyak 16% perusahaan telah mengimplementasikan GenAI, sedangkan 84% lainnya masih dalam tahap uji coba.

Dengan 96% perusahaan menggunakan public cloud, investasi edge menjadi penting untuk memastikan kelancaran operasi jarak jauh dan keamanan data di tingkat lokal.

  • Indonesia diprediksi mengalami kenaikan belanja IT di sektor edge, didorong oleh kebutuhan untuk mendekatkan layanan GenAI ke lokasi atau pelanggan di lokasi terpencil. Sekitar 63% organisasi di Indonesia menyebutkan beban kerja dan aplikasi AI sebagai pendorong utama perubahan infrastruktur, dibandingkan dengan 85% organisasi di Singapura dan 35% di Malaysia.
  • Di Cina, adopsi AI generatif sudah lebih matang. Sebanyak 37% perusahaan telah mengoperasikan GenAI dalam skala produksi, sedangkan 61% perusahaan lainnya masih dalam tahap uji coba. Di saat yang sama, hampir seluruh (96%) perusahaan mengandalkan layanan public cloud IaaS (Infrastructure as a Service).

Di negara ini, investasi telah bergeser ke teknologi edge untuk memperkuat operasi jarak jauh, wilayah tanpa koneksi yang stabil, dan kebutuhan industri yang spesifik.

  • Jepang, meskipun memiliki kesenjangan digital, menjadi salah satu negara yang agresif dalam menyiapkan infrastruktur AI. Meski hanya 38% perusahaan yang sudah menerapkan AI dalam produksi, 84% perusahaan percaya bahwa teknologi telah atau akan mendisrupsi bisnis mereka dalam 18 bulan ke depan. 

Lalu, sekitar 98% perusahaan berencana menggunakan public cloud untuk memenuhi beban kerja AI untuk pelatihan dan inferensi. Di negara ini, peningkatan infrastruktur akan didorong oleh pemanfaatan layanan edge untuk kebutuhan AI, IoT, dan kenaikan operasional.

  • India memperluas infrastruktur edge hingga ke kota-kota lapis kedua dan ketiga untuk mengimbangi pertumbuhan adopsi GenAI, serta mengelola biaya. 82% perusahaan masih berada pada tahap uji coba GenAI, dan 16% sudah menggunakannya di tahap produksi. 

Meski mayoritas (91%) perusahaan masih bergantung pada public cloud IaaS, tingginya biaya dan keterbatasan talenta telah mendorong permintaan terhadap infrastruktur yang lebih efisien dan ramah AI.

Masa Depan yang Terhubung dengan Cloud

Agar tetap terdepan, perusahaan-perusahaan harus memodernisasi infrastruktur di cloud dan edge, sehingga menyelaraskan penerapan dengan kebutuhan beban kerja spesifik. Mengamankan data melalui kerangka kerja Zero Trust dan kepatuhan berkelanjutan sangat penting, begitu pula memastikan interoperabilitas untuk menghindari ketergantungan pada vendor.

Komputasi Awan
Komputasi Awan (pixabay.com/Nikin)

Dengan memanfaatkan mitra ekosistem, berbagai perusahaan dapat mempercepat penerapan AI dan meningkatkan skalabilitas lebih cepat, lebih cerdas, dan dengan fleksibilitas yang lebih besar.

Untuk mengeksplorasi lebih jauh wawasan dan rekomendasi strategis dalam membangun infrastruktur yang terhubung dengan cloud dan siap untuk AI, unduh InfoBrief IDC yang dibuat atas permintaan Akamai berjudul The Edge Evolution: Powering Success from Core to Edge (Agustus 2025).

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Editor: Arif Hulwan

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...