Komdigi Ungkap Aktor di Balik Ledakan SMAN 72, Tebar Konten Negatif di Medsos

Leoni Susanto
20 November 2025, 16:35
Sman 72, Komdigi,
ANTARA FOTO/Naufal Khoirulloh/foc.
Anggota Polisi Militer Angkatan Laut berjaga pasca terjadi ledakan di depan gerbang SMAN 72 Jakarta, Jumat (7/11/2025). Polda Metro Jaya menyebutkan sebanyak 55 orang mengalami luka-luka dalam ledakan yang terjadi di SMA Negeri 72 Jakarta, Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara, pada Jumat siang.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Komunikasi dan Digital atau Komdigi menyebut ada aktor yang sengaja menyebar konten negatif di media sosial, sehingga mendorong anak melakukan hal negatif seperti kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta Utara.

"Ada memang aktor yang sengaja ingin menarik anak-anak untuk terpapar konten-konten negatif. Jadi ini memang tanggung jawab bersama,” kata Direktur Penyidikan Digital Komdigi Irawati Tjipto Priyanti usai acara ‘Tumbuh di Era Digital: Meningkatkan Kesejahteraan dan Ketangguhan Remaja di Indonesia’ di Jakarta, Kamis (20/11).

Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkap terduga pelaku ledakan di SMAN 72 yang masih di bawah umur teridentifikasi bergabung dalam grup bernama True Crime Community.

Menurut Kepala BNPT Komjen Eddy Hartono, secara psikologis, grup ini memungkinkan anggotanya untuk meniru modus kejahatan atau mimetic radicalization.

Untuk mengatasi konten negatif, khususnya pada anak, Komdigi telah menerbitkan Peraturan Pemerintah 17/2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau PP Tunas.

PP Tunas salah satunya mewajibkan setiap Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk menyaring konten-konten yang berpotensi membahayakan anak-anak. Komdigi menekankan pentingnya peraturan ini merespon peristiwa ledakan di SMAN 72.

“Kasus ledakan di SMAN 72 itu mungkin pribadi. Tapi ada yang memang direkrut, digiring. Pemerintah punya tantangan bagaimana melacaknya meski sudah ada regulasi (PP Tunas),” kata Irawati.

Contoh lainnya yakni Densus 88 Antiteror Polri mencatat ada 110 anak usia 10 sampai 18 tahun yang diduga direkrut jaringan terorisme sepanjang akhir 2024 hingga November 2025.

Tersangka melakukan pendekatan yang sistematis untuk mempengaruhi anak-anak bergabung ke jaringan terorisme. Dimulai dengan menggunakan propoganda terselubung lewat konten-konten video pendek, animasi, meme, musik, hingga akhirnya anak dihubungi lewat aplikasi pesan pribadi seperti WhatsApp atau Telegram maupun fitur chat di game online.

Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi Alexander Sabar menyebut, perekrutan anak-anak ke jaringan terorisme via platform digital ini mengancam keselamatan anak dan keamanan di ruang digital.

“Kami terus memperkuat kerja sama dengan aparat penegak hukum, kementerian/lembaga terkait, serta platform digital agar supaya upaya perekrutan melalui dunia maya dapat dicegah sejak dini,” kata Alexander kepada Katadata.co.id, Rabu (19/11).

Komdigi juga telah memblokir sejumlah situs yang mengandung kekerasan dan bahan peledak yang diketahui diakses oleh terduga pelaku ledakan di SMAN 72. Kementerian juga telah berkoordinasi dengan sejumlah platform media sosial untuk men-takedown konten-konten serupa yang diakses pelaku.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Leoni Susanto

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...