Profil BRICS, Kekuatan Baru dari Negara Berkembang
Presiden Joko Widodo diagendakan akan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi BRICS pada 22-24 Agustus 2023 di Johannesburg, Afrika Selatan. Mengutip dari Reuters, lebih adri 40 negara menyatakan ketertarikannya untuk bergabung dalam KTT BRICS mendatang.
Namun, Presiden Rusia Vladimir Putin tidak akan menghadiri KTT tersebut karena adanya potensi dilema diplomatik dan hukum atas kedatangan Putin bagi negara tuan rumah. Dengan demikian, Rusia akan diwakili oleh Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov.
Sejumlah agenda besar untuk mengimbangi hegemoni Amerika Serikat direncanakan akan menjadi bahan diskusi utama. Duta Besar Afrika Selatan untuk Asia Anil Sooklal dan para pejabat dari Departemen Luar Negeri Afrika Selatan berharap BRICS akan menjadi pemimpin bagi negara-negara berkembang.
Isu yang beredar pesat salah satunya adalah rencana untuk mengeluarkan alat pembayaran baru. Alat pembayaran itu akan dirilis dalam pertemuan akbar kelima negara itu di Afrika Selatan pada akhir Agustus 2023.
Sebelumnya, pada Kamis (6/7), Russia Today menyebutkan BRICS akan memperkenalkan mata uang baru yang akan didukung oleh emas, berbeda dengan mata uang dolar Amerika Serikat yang didukung oleh kredit. RT menyebutkan keputusan atas inisiatif tersebut diambil sebulan sebelum pertemuan puncak yang akan dilaksanakan di Johannesburg.
RT mengutip pernyataan Kedutaan Besar Rusia di Kenya dalam twitter @russembkenya yang menuliskan, "Negara-negara BRICS berencana untuk memperkenalkan mata uang perdagangan baru, yang akan didukung oleh emas. Semakin banyak negara baru-baru ini mengungkapkan keinginan untuk bergabung dengan BRICS."
Sementara itu, Leslie Maasdorp yang mewakili Afrika Selatan dan merupakan Wakil Presiden BRICS New Development Bank (NDB) mengatakan tidak ada desakan untuk membuat mata uang BRICS saat ini. "Inisiatif pengembangan, alternatif apa pun, merupakan ambisi jangka menengah hingga jangka panjang," kata dia dikutip dari Bloomberg.
Sejarah BRICS
BRICS merupakan kelompok lima negara yang terdiri dari Brasil, Rusia, Inggris, Cina, dan Afrika Selatan. Inisiatif ini pertama kali diprakarsai oleh Rusia.
Mengutip situs web BRICS, sejarah BRICS bermula pada 20 September 2006 dalam pertemuan perdana para menteri dari kelima negara. Pertemuan disebutkan sebagai inisiatif Presiden Rusia Vladimir Putin di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York. Menteri Luar Negeri Rusia, Brasil dan Cina, serta Menteri Pertahanan India ikut serta dalam pertemuan itu.
Dalam pertemuan, perwakilan dari lima negara tersebut menyatakan keinginan untuk memperluas kerja sama multilateral di antara kelimanya.
Pada 16 Mei 2008, mengutip dari situs BRICS, Rusia lagi-lagi berinisiatif mengadakan pertemuan untuk para menteri luar negeri lima negara. Usai pertemuan yang diselenggarakan di Yekaterinburg, Rusia, itu BRICS mengumumkan Joint Communique yang mencerminkan sikap umum tentang isu-isu pembangunan global topikal.
Tanggal penting lainnya dalam sejarah BRICS adalah pada 9 Juli 2008. Saat itu Presiden Rusia Dmitry Medvedev bertemu dengan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, Perdana Menteri India Manmohan Singh dan Presiden China Hu Jintao di sela-sela KTT G8 di Toyako, Jepang. Pertemuan ini diprakarsai oleh Rusia.
Setelah pertemuan demi pertemuan itu, diadakan KTT BRICS pertama di Yekaterinburg pada 16 Juni 2009, atas inisiatif Rusia. Usai KTT itu, para pemimpin BRICS mengeluarkan pernyataan bersama yang mencerminkan tujuan BRICS.
Adapun tujuan itu adalah untuk mempromosikan dialog dan kerja sama di antara kelima negara secara bertahap, proaktif, pragmatis, terbuka dan transparan untuk membangun dunia yang harmonis dengan perdamaian abadi dan kemakmuran bersama.
Setelah itu, BRICS semakin solid dan kerap disebut-sebut sebagai aliansi negara yang mampu menandingi kelompok negara ekonomi maju G7.
Kekuatan BRICS
Format kerja sama antara negara-negara BRICS meliputi konferensi tingkat tinggi yang terjadwal tahunan dan diselenggarakan bergantian.
Selain itu, kelima negara kerap memanfaatkan berbagai pertemuan tinggi antar negara seperti mengadakan pertemuan para pemimpin di sela-sela KTT G20, pertemuan menteri luar negeri di sela-sela Majelis Umum PBB, pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral di sela-sela pertemuan musim gugur dan musim semi IMF dan Bank Dunia serta di sela-sela pertemuan para menteri keuangan G20.
BRICS memiliki serangkaian pertemuan kelompok kerja sama untuk pembangunan pertanian dan agraria, kesehatan, keamanan informasi, sains dan inovasi.
Pada KTT kedua yang diselenggarakan di Brazil, BRICS menegaskan posisinya pada sejumlah isu global yaitu mereformasi institusi keuangan agar dapat menampung aspirasi negara-negara berkembang; melakukan diversifikasi sistem moneter internasional agar tidak terfokus pada US Dollar; mengoptimalkan peran PBB; mendukung Brazil dan India di PBB untuk mendapatkan peran yang lebih besar.
Aliansi kelima negara ini merepresentasikan 40% total populasi dunia, 25% ekonomi global, dan 17% perdagangan internasional. Total pendapatan domestik bruto (PDB) dari kelima negara BRICS mencapai US$ 22,5 triliun, melampaui PDB kelompok negara G7 yang tercatat sebesar US$21,4 triliun.
Penjajakan Indonesia dengan BRICS
Pada 2 Juni 2023, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menghadiri pertemuan virtual yang diselenggarakan negara-negara BRICS. Pertemuan tersebut merupakan rangkaian acara menuju KTT BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan, Agustus mendatang. Dalam KTT itu, ada 14 negara lain yang diundang untuk menghadiri, termasuk Indonesia.
Sebelumnya pada 2022, BRICS memberikan sinyal perluasan keanggotaan. Perluasan keanggotaan ini dilakukan untuk membuat BRICS menjadi lebih inklusif, bukan untuk menandingi kekuatan kelompok-kelompok negara yang sudah ada seperti G7.
Dalam pertemuan di tahun 2022 tersebut, BRICS menekankan agenda kerja sama berbagai sektor antarnegara. Pada pertemuan itu, Presiden Cina Xi Jinping menekankan pentingnya pedamaian, pembangunan yang merangkul semua negara, dan keterbukaan.
Indonesia disebut-sebut dalam pertemuan tersebut sebagai negara yang potensial untuk menjadi anggota. "Kami memiliki beberapa negara yang mengetuk pintu saat ini, seperti Indonesia, Turki, Saudi, Mesir, Argentina, dan lainnya," kata Direktur Jenderal Departemen Urusan Ekonomi Internasional Kementerian Luar Negeri Li Kexin.
Duta Besar Afrika Selatan Anil Sooklal menyebutkan Indonesia bukan satu-satunya negara yang ingin bergabung. Ia mengatakan ada 13 negara yang secara resmi telah meminta bergabung dengan BRICS, di luar itu ada 6 negara lain yang meminta secara tidak resmi.