Tantangan Perusahaan Global Capai Target 100 Persen Pakai EBT
Jakarta - Perusahaan-perusahaan global yang tergabung dalam RE 100 persen, terus berupaya mencapai komitmennya guna memenuhi target 100 persen penggunaan energi baru terbarukan (EBT) dalam seluruh aktivitas bisnisnya. Namun di Indonesia, ada sejumlah tantangan yang dihadapi guna mencapai target itu.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah masih minimnya pasokan listrik yang dihasilkan dari pembangit listrik berbasis EBT. Hal itu membuat para perusahaan global yang beroperasi di Indonesia harus mengeluarkan investasi tambahan, seperti membangun pembangkit listrik EBT, untuk berupaya mencapai target yang ditetapkan.
Menjawab tantangan tersebut, perusahaan penyedia listrik nasional PT PLN menegaskan memiliki sejumlah inisiatif guna menjawab tantangan tersebut. Salah satunya dengan menyediakan layanan listrik Renewable Energy Certificate atau (REC).
"PLN siapkan sertifikat REC. Ini diperuntukan bagi pelanggan PLN yang membutuhkan carbon foot print. Jadi tanpa membangun sendiri perusahaan itu sudah diakui secara global untuk foot print carbonnya," ujar Vice President Director PT PLN (Persero Hikmat Drajat mengungkapkan, dalam webinar Katadata SAFE 2021 bertajuk RE 100 in Indoneisa: Overcoming Barriers, Rabu, 25 Agustus 2021.
Dia menjabarkan saat ini REC didukung oleh pembangkit listrik berbasis EBT yang dioperasikan PLN dengan total 10,5 GW di seluruh Indonesia. Atau sebesar 14 persen dari total kapasitas pembangkit Listri nasional saat ini, dan akan terus diperbesar sesuai target Pemerintah 23 persen pada 2025.
"Ini bagaimana PLN membantu penuhi kebutuhan perusahaan. Tanpa harus berinvestasi di EBT, tapi sudah diakui kontribusinya," tambahnya.
Hikmat menjabarkan, pada 2020 PLN telah melakukan registrasi REC kepada instiusi global, salah satu pembangkit listrik yang dimiliki yaitu PLTp Kamojang, dengan total 77000 mwh. Registrasi terus akan dilakukan sehingga penyedaan REC semakin luas di seluruh Indonesia.
"Tahun 2021kita akan melakukan registrasi beberapa pembangkint renewable energi yang ada di Sulawesi yaituPLTP Lahendong dan PLTA Bakaru," ungkapnya.
Selain lebih efisien dari sisi investasi, Hikmat mengungkapkan, tarif yang dibanderol PLN untuk perusahaan yang menggunakan REC sangat kompetitif. Yaitu Rp35 ribu per 1 MWH. Penetapan tarif itu ditegaskan sudah berdasarkan analisis secara global berdasarkan penerapan di banyak negara.
"Jangan sampai terjadi double kapital landing EBT di Indoneisa. Semua berlomba-lomba untuk membangun EBT, tapi yang menggunakan dan memanfaatkan terbatas," ujarnya.
"PLN saat ini mengalami over suplay secara nasional. Rec ini telah diakui global bahkan pertengahan tahun lalu kami sudah mendapatkan ASIA award atas launching produk REC tersebut secara regional," tambahnya.
Chief Executive Officer, Citi Indonesia Batara Sianturi mengungkapkan, sebagai bagian dari RE 100 persen, pihaknya menyambut baik layanan REC PLN tersebut. Apalagi Citi Indonesia mengemban target perusahaan secara global untuk mencapai 100 persen penggunaan EBT dalam operasioal bisnis yang dilakukan di seluruh dunia.
"Kami melihat bahwa yang penting alternatif energi kredit itu makin marak di market, untuk mencapai global target dari Citi," ujar Batara.
Sementara itu, Director of Sustainable Development Danone Indonesia, Karyanto Wibowo mengtakakan, inisiatif PLN menyediakan REC ini sejalan dengan komitmen industri dalam penggunaan EBT ke depannya.
"Kami melihat yang dilakukan PLN suatu lompantan dan inovasi yang luar biasa. Karena kebutuhan EBT industri besar. Momentumnya sudah ada, RI punya komitemen mendukung industri terutama global company, tinggal bagaimana menyediakan akses," tambahnya.
"Rec itu salah satu opsi, tapi kita sepertinya masih harus memikirkan opsi atau inovasi yang lain, yang bisa menfasilitasi industri untuk bisa mempermudah mendapatkan akses energi terbarukan," ungkapnya.
Danone menurutnya, berkomitmen secara global mencapai 100 persen penggunaan energi listrik terbarukan pada 2030. Hal tersebut diwujudkan dengan target investasi untuk pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di seluruh fasilitas pabrik yang dimiliki.
"Kita (Targetkan) akses rooftop solar panel di semua factory. Kita masih punya PR, kita punya 24 pabrik dengan kapasitas targetnya 15 MWH," tambahnya.
Anggota RE 100 persen lainnya, Microsoft pun menegaskan inisiatif guna menggenjot inovasi guna mencapai target penggunaan renewable energy yang telah ditetapkan. Salah satunya dengan mengefisienkan penggunaan energi sehingga emisi karbon yang dihasilkan bisa berkurang.
"Yang menarik Microsoft itu punya internal carbon free. Jadi kami melakukan banyak kegiatan dan mengalokasikan sebagian uang yang dihasilkan dari sana, digunakan untuk investasi teknologi-teknologi yang ramah lingkungan. Komitmen-komitmen itu juga sampai di sana," ujar Director of Corporate Affairs, Microsoft Indonesia Ajar Edi.