Transformasi Digital Yang Berkeadilan Kunci Pertumbuhan Ekonomi
Jakarta (22/03) – Teknologi telah membawa perubahan yang transformatif, terutama di masa pandemi saat ini. Hal ini semakin menggeser paradigma ekonomi konvensional ke ekonomi berbasis digital. Meskipun terdapat banyak tantangan dalam transformasi ekonomi berbasis digital, proses ini membuka peluang bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan berkelanjutan.
Kebijakan yang strategis perlu disusun untuk memastikan bahwa transformasi ekonomi yang berkembang pesat ini tetap inklusif dan memberikan akses terhadap peluang-peluang baru. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan juga kerangka baru untuk mendukung kolaborasi berbagai aktor yang dapat mengatasi tumpang tindih regulasi dan kebijakan agar dapat menjawab tantangan-tantangan yang muncul. Dengan begitu, Indonesia dapat melakukan pembangunan ekonomi yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan rakyat, sekaligus menjaga keharmonisan lingkungan.
Untuk semakin memperkuat kebijakan dan aksi pembuat kebijakan terkait transformasi ekonomi digital untuk pembangunan berkelanjutan, Knowledge Sector Initiative (KSI) menyelenggarakan webinar bertema “Transformasi Ekonomi Berkelanjutan Melalui Pendekatan Digital”.
Webinar ini merupakan pembuka dari seri Konferensi Knowledge-to-Policy (K2P), salah satu rangkaian kegiatan penutupan KSI untuk menampilkan produk pengetahuan dan pencapaian mitra KSI. Konferensi K2P menghadirkan 9 sesi Ruang Bincang dan 6 sesi Titik Temu dengan 86 pembicara dan penanggap.
Konferensi ini menjadi wadah pertemuan dan pertukaran diskusi untuk menekankan pentingnya integrasi pengetahuan ke kebijakan untuk menghasilkan kebijakan yang tepat sasaran, serta pentingnya lembaga think tank sebagai aktor dalam proses penyusunan kebijakan yang lebih inklusif dan berbasis bukti di Indonesia.
Membuka diskusi, Acting Minister Counsellor, Governance and Human Development, Kedutaan Besar Australia, Simon Ernst, menyatakan bahwa Pemerintah Australia bangga dan senang dalam satu dekade terakhir ini telah bekerjasama dengan Pemerintah Indonesia melalui KSI. Simon juga menyampaikan bahwa selama satu dekade pelaksanaan program, KSI telah berkontribusi secara positif bagi sektor pengetahuan di Indonesia dalam mendukung kebijakan berbasis bukti.
“Kemitraan ini telah melahirkan beberapa warisan penting dalam sepuluh tahun terakhir, diantaranya yaitu: organisasi yang lebih kuat, kualitas penelitian yang meningkat, dan keberlanjutan keuangan dari 16 Lembaga Riset Kebijakan; Lembaga Riset Kebijakan ini telah berhasil mendorong lebih dari 80 kebijakan berbasis bukti melalui riset-riset yang dilakukan baik di tingkat pusat maupun daerah; Pengembangan KRISNA sebagai sistem perencanaan pembangunan yang terpadu; Swakelola Tipe 3, sebagai sumber pendanaan baru bagi organisasi masyarakat sipil, termasuk juga lembaga penelitian; Indonesia Development Forum (IDF) dikenal sebagai premier event dan forum bertemunya stakeholder di bidang pembangunan; Dukungan terhadap AIPI, DIPI, dan ALMI telah meningkatkan ekosistem penelitian dan pendanaan riset; Dengan dukungan KSI, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah meningkatkan peran Analis Kebijakan; dan masih banyak lagi,” kata Simon.
Transformasi ekonomi digital untuk pembangunan berkelanjutan membutuhkan pemikiran dan adaptasi baru untuk menyelaraskan kembali kebijakan dan institusi dengan situasi ekonomi digital. Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan pidato kunci mengenai arahan trasformasi ekonomi digital Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan sebagai salah satu strategi menuju Indonesia Maju 2045.
“Transformasi ekonomi Indonesia pasca COVID-19 sedang disiapkan dan dikoordinasikan oleh Bappenas dengan tidak menggunakan skenario business as usual, tetapi menggeser ekonomi dari mengandalkan sektor ekstraktif ke pengetahuan yang inovatif, dan mengurangi ketergantungan pada komoditas kepada industri bernilai tambah. Dalam RPJMN 2020-2024, transformasi digital diarusutamakan agar dapat bermanfaat dan dimanfaatkan oleh berbagai sektor serta didukung dengan perluasan infrastruktur digital dan penguatan ekosistem digital. Bappenas sedang menyiapkan masterplan pengembangan industri digital Indonesia yang kami arahkan untuk mendorong kolaborasi lintas pemangku kepentingan dalam rangka penguatan pasokan dan konsumsi produk industri digital secara nasional. Transformasi digital akan diarahkan untuk menjadi pengungkit ekonomi nasional sekaligus ekonomi yang produktif dan inklusif,” kata Amalia.
Lebih lanjut, Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas dan Chair of the G20 Development Working Group, Scenaider Clasein Hasudungan Siahaan, menyampaikan pidato kunci mengenai arahan kebijakan terkait potensi Indonesia dalam mendorong ekonomi hijau dan biru untuk meningkatkan transformasi ekonomi digital.
“Potensi pemanfaatan ekonomi biru dan ekonomi hijau dalam mendorong transformasi digital dapat terjadi dalam dua arah. Pertama, ekonomi hijau dan ekonomi biru dapat mendorong pemanfaatan teknologi digital untuk mengurangi dampak langsung sistem ekonomi terhadap lingkungan melalui peningkatan efisiensi energi, peningkatan penggunaan energi baru dan terbarukan, dan perbaikan pada sistem daur ulang proses produksi. Kedua, terciptanya ekonomi hijau dan biru memberikan dampak secara tidak langsung kepada lingkungan dengan efisiensi produksi dan konsumsi barang dan jasa. Sinergi penerapan ekonomi hijau dan biru melalui transformasi digital akan mendorong perubahan sistemik yang menghasilkan struktur ekonomi sosial dan masyarakat yang lebih efisien dan berkelanjutan.” kata Scenaider.
Turut hadir dalam webinar ini, Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri yang membahas bagaimana kebijakan di Indonesia dapat merespon berbagai isu global di bidang digital dan iklim; peneliti senior Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Indriaswati D Saptaningrum yang membahas akuntabilitas platform digital yang dapat mempercepat pembangunan ekonomi; peneliti senior SMERU, Palmira P Bachtiar yang membahas tentang peran digitalisasi dalam mendorong ekonomi inklusif; dan Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman N Suparman yang membahas rancangan kebijakan yang mengedepankan daya saing berkelanjutan.
Dalam diskusi ini, terdapat beberapa poin penting yang menjadi kesimpulan diskusi. Diantaranya adalah pentingnya peran teknologi digital untuk mempercepat transformasi ekonomi menjadi ekonomi yang lebih berbasis pada ekonomi hijau dan ekonomi biru; perlunya keseimbangan regulasi dan kerangka hukum yang mendorong inovasi dan melindungi hak warga; perlunya mementingkan akses teknologi digital yang inklusif dan merangkul semua kempok masyarakat; pentingnya infrastruktur dan literasi digital yang merata di seluruh Indonesia; dan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan. Kesemua hal itu dapat dicapai jika masing-masing pemangku kepentingan berkolaborasi dan bersinergi, dengan tata kelola regulasi yang mendukung dan melindungi dimana teknologi digital dapat menyediakan platform akselerasi kolaborasi dan sinergi berbagai pihak.