BPOM Tegaskan Belum Ada Obat yang Manjur dan Aman untuk Covid-19
Anggota Komite Nasional Penilai Obat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Anwar Santoso menegaskan belum ada satu pun obat yang mampu menangani virus corona di Indonesia. Tak hanya BPOM, Anwar pun menyebut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum merekomendasikan obat untuk menangani corona.
"Sampai pagi ini memang belum ada satu statement yang menyatakan bahwa ini ada obat yang manjur dan aman untuk Covid-19," kata anggota Komite Nasional Penilai Obat BPOM Anwar Santoso di Gedung BNPB, Jakarta, Selasa (18/8).
Menurutnya, seluruh kandidat obat corona masih dalam fase uji klinis. Hal tersebut dilakukan mengacu kepada dua variabel penting dalam kandidat obat corona.
Variabel pertama yang harus dimiliki kandidat obat corona ialah manfaat saintifik. "Berikutnya harus punya nilai sosial, sehingga keselamatan masayrakat, kesejahteraan masyarakat, dan patient safety (keamanan pasien) bisa dijamin," kata Anwar.
Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kemenristek/BRIN Ali Ghufron Mukti juga menyampaikan hal senada. Menurut Ghufron, belum ada satu pun obat yang bisa diklaim menyembuhkan corona.
Saat ini, Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kemenristek/BRIN masih terus meneliti obat yang efektif untuk penanganan corona. Konsorsium tersebut terdiri dari berbagai unsur, mulai dari Kementerian Kesehatan, Kemenristek/BRIN, Kemendikbud, LIPI, BPPT, rumah sakit, perguruan tinggi, hingga swasta.
"Yang termasuk di dalam konsorsium itu belum satupun yang bisa dikatakan obat spesifik khusus untuk Covid-19," kata Ghufron.
Selain obat, Ghufron menyebut belum ada satu pun imunomodulator yang spesifik bisa meningkatkan kekebalan tubuh dari corona. Sebab, imunomodulator tersebut masih terus dikembangkan.
Pengujian atas imunomodulator tersebut dilakukan kepada pasien yang ada di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta. "Itu kita juga masih dalam proses," kata dia.
Lebih lanjut, Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kemenristek/BRIN juga tengah mengembangkan terapi stem cell bagi pasien terinfeksi corona. Melalui terapi ini, jaringan paru-paru pasien yang rusak akibat terpapar corona bisa diperbaiki.
Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kemenristek/BRIN pun telah mengambangkan alat tes untuk diagnosis corona. "Sekarang sudah ada sekitar 61 inovasi baru hasil analisis penelitian dan inovasi anak bangsa. Kami hilirisasi dengan industri," kata Ghufron.
Sekadar informasi, Universitas Airlangga, BIN, dan TNI AD sebelumnya mengklaim telah menemukan obat corona. Rektor Universitas Airlangga M. Nasih mengklaim obat tersebut bakal menjadi yang pertama ada di dunia.
Temuan tersebut merupakan hasil dari kombinasi sejumlah obat yang telah diuji dalam tiga tahap. Pertama, kombinasi antara Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin.
Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Kombinasi terakhir merupakan campuran Hydrochloroquine dan Azithromycin.
Obat tersebut menurutnya telah diujicoba kepada 1.308 pasien corona di Secapa AD. Hasilnya, 85% sembuh berdasarkan hasil tes PCR. Proses penyembuhan berlangsung mulai dari 1-3 hari.
Saat ini, obat klaim Unair-BIN-TNI AD tersebut masih belum bisa beredar di pasaran. Obat tersebut masih harus menunggu izin edar dari BPOM.
Tak hanya di Indonesia, berbagai negar di seluruh dunia tengah berlomba-lomba untuk menemukan obat dan vaksin guna mengendalikan wabah Covid-19. Data terakhir pada Jumat (10/7), setidaknya ribuan obat dan vaksin dalam status uji klinis.
Obat-obatan yang sedang dalam tahap uji klinis dibagi dalam beberapa jenis, sesuai dengan peruntukannya, baik untuk perawatan hingga menanggulangi komplikasi akibat virus corona.