KPAI Kritik Pembukaan Sekolah Belum Disertai Sarana & Prosedur Jelas
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengkritik pembukaan sekolah di zona kuning dan hijau lantaran masih ditemukan adanya panduan protokol kesehatan yang belum jelas bagi pembelajaran tatap muka. Hal tersebut dinilai sangat berisiko bagi penularan virus corona di kalangan siswa maupun guru.
Komisioner KPAI Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, kondisi tersebut kian diperparah dengan beberapa kendala pihak sekolah melengkapi sarana atau infrastruktur protokol kesehatan.
Sebab, infrastruktur yang dibangun menggunakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) lebih banyak terserap untuk membiayai pulsa kuota internet bagi guru dan siswa.
"Protokol adaptasi kebiasaan baru masih minim, serta perlu pendampingan daerah dan pemerintah pusat. Sehingga perlu memastikan sekolah yang menggelar tatap muka mengisi daftar periksa," kata Retno dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (27/8).
Adanya kondisi tersebut menandakan ketidaksiapan sekolah untuk kembali membuka pembelajaran tatap muka. Ini sangat berpotensi menularkan virus.
Retno mencontohkan, salah satu kasus yang terjadi yakni pada salah satu sekolah swasta di Bekasi, Jawa Barat. Sekolah tersebut kembali menggelar pembelajaran tatap muka, namun harus ditutup tak lama berselang lantaran kepala sekolah dan stafnya positif terinfeksi corona.
Selain itu, ada pula kasus yang terjadi pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri di DKI Jakarta yang mendapatkan salah satu tenaga pengajarnya meninggal dunia terinfeksi corona setelah membuat video pembelajaran di sekolah.
"Bayangkan, sebelum dibuka saja sekolah sudah seperti itu, jadi kalau dibuka harus berhati-hati," kata dia.
Lebih lanjut, Retno menjelaskan hasil survei yang dilakukan KPAI pada Juni lalu terhadap 6.729 sekolah menunjukkan, 56,2% responden atau sekolah menyatakan sarana dan prasarana di sekolah sudah memadai, namun 43,8% belum memadai.
Wilayah survei mencakup seluruh Pulau Jawa seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebanyak 78%. Sedangkan di luar Jawa sebanyak 22% yang meliputi Sumatera Utara, Jambi, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Papua.
"Dari survei ini 46% sekolah memang memiliki tempat cuci tangan (wastafel) kurang dari lima buah, angka ini tentu saja cukup mengkhawatirkan," kata dia.
Secara rinci, hasil survei juga menyebutkan sekolah memiliki watafel kurang dari lima ada sekitar 32%, sekolah dengan lima hingga 10 wastefael sebanyak 10%. Sedangkan sekolah yang memiliki 10 - 15 wastefel dan lebih dari 20 wastafel hanya sebanyak 6%.
Bercermin dari pengalaman Korea Selatan dalam membuka sekolah cuci tangan sangat penting dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran virus. "Di sana setiap siswa diwajibakan melalukan cuci tangan setiap satu jam sekali," kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Seklolah Menengah Pertama (SMP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Mulyatsyah mengatakan, hingga saat ini sebanyak 44% dari total 423.492 sekolah pada seluruh tingkatan di zona hijau telah kembali menggelar pendidikan tatap muka. Seluruh proses pembelajaran dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat.
Untuk mencegah potensi penularan virus pada sekolah, Kemendikbud terus memantau dan mengevaluasi proses belajar mengajar di sekolah. "Dalam waktu dekat, kendala-kendala di lapangan akan kami diskusikan dan meminimalkan risiko dengan solusi terbaik," kata dia.
Seperti diketahui, empat kementerian yakni Kemendikbud, Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menandatangani surat keputusan bersama (SKB) tentang proses belajar mengajar tahun ajaran 2020-2021 pada 15 Juni lalu.
Untuk sekolah yang berada di zona kuning, oranye, dan merah dilarang melakukan pembelajaran tatap muka. Satuan pendidikan pada zona-zona tersebut diharapkan tetap melanjutkan proses pembelajaran jarak jauh atau PJJ.
Namun, pada awal Agustus, pemerintah merevisi Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran Baru 2020/2021 Masa Pandemi Covid-19. Revisi tersebut kini memperbolehkan sekolah tatap muka di zona kuning dan hijau.
Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan, dengan adanya revisi SKB ini, maka pemerintah mengizinkan zona kuning melakukan pembelajaran tatap muka dengan protokol kesehatan yang ketat.
"Semua data mengenai zona itu berdasarkan data dari gugus tugas," katanya dalam telekonferensi, Jumat (7/8).
Data Kemendikbud sebelumnya mencatat, puluhan juta murid perlu belajar di rumah dengan metode pembelajaran jarak jauh. Setidaknya terdapat 68.729.037 murid yang belajar di rumah.
Siswa Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiah/sederajat paling banyak mengikuti metode belajar di rumah. Ada 28.587.688 murid yang belajar jarak jaruh. Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah/sederajat menyusul dengan 13.086.424 murid yang belajar di rumah.