Studi: Masih Banyak Perusahaan Sawit Sembunyikan Pemilikan Lahan
Hasil studi menunjukkan masih banyak korporasi, khususnya yang bergerak di perkebunan kelapa sawit dan bubur kertas (Pulp) menyembunyikan pemilik manfaat terakhir mereka. Greenpeace Indonesia menjelaskan, informasi penerima manfaat korporasi penting demi keterbukaan informasi.
Hal ini terangkum dalam Laporan Studi Akurasi Pelaporan Manfaat (Benefical Owner) Korporasi Sektor Industri Kelapa Sawit dan Bubur Kertas di Indonesia.
Juru Kampanye Hutan Senior Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra mengatakan pihaknya telah melakukan sejumlah riset terhadap 1.204 perusahaan. Pihaknya pun melakukan pengecekan nama-nama pemilik nilai manfaat dalam riset tersebut.
“Dari jumlah tersebut, kami fokus melihat perusahaan mana saja yang sudah mendeklarasikan pemilik manfaat korporasi di dalam laman Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan sebanyak 77,7% perusahaan sudah melaporkan," kata Syahrul, Jakarta, Rabu (31/1).
Ia menjelaskan, informasi terkait penerima manfaat dapat digunakan untuk meminta pertanggungjawaban manakala terjadi pelanggaran atau kerusakan lingkungan. Namun, menurut dia, masih ada korporasi memiliki keleluasaan untuk tidak melaporkan seluruh pemilik manfaat yang memenuhi kriteria. Beberapa perusahaan masih mendeklarasikan perusahaan lain yang bukan orang perseorangan sebagai pemilik manfaatnya.
Syahrul menuturkan pihaknya juga menemukan kebijakan mengenali pemilik manfaat di Indonesia masih belum optimal. Perpres No 13/2018 dinilai belum secara tegas mengatur subyek yang harus dilaporkan oleh badan hukum sebagai pemilik manfaat yang merupakan seorang pemilik manfaat akhir.
"Ke depan mungkin perlu ada upaya untuk menekan agar tidak ada lagi dalam struktur kepemilikan saham menempatkan perusahaan di negara-negara surga pajak karena tidak bisa ditelusuri siapa orang di baliknya," ucapnya
Direktur Eksekutif Transformasi untuk Keadilan (TUK) Indonesia, Linda Rosalina mengatakan, studi terpisah yang dilakukan TUK Indonesia menujukkan pemilik manfaat oleh perusahaan di sektor bubur kertas (pulp) memang cukup tinggi. Persentasenya mencapai 80%.
“Dari 284 perusahaan di sektor pulp, terdapat 229 perusahaan yang melaporkan siapa pemilik manfaatnya dan 44 perusahaan yang tidak melaporkan,” kata Linda, Rabu (31/1).
Disisi lain, terdapat 11 perusahaan lain yang ditemukan, yang berarti terdapat perbedaan data. TUK Indonesia mencatat pentingnya melakukan verifikasi terhadap laporan yang disampaikan perusahaan.
Pengungkapan pemilik manfaat penting untuk mencapai tujuan transparansi dan tingkat akuntabilitas dalam penerapan kebijakan penerima manfaat. Surat edaran yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dapat menjadi contoh verifikasi ini.
Ia mengatakan hinggsa saat ini sanksi juga belum diterapkan secara efektif. Oleh karena itu, penguatan sanksi bisa dilakukan dengan merujuk atau melihat pembelajaran dari negara lain.