Perubahan Iklim, Tebal Es di Pegunungan Jayawijaya Papua Susut Sisa 4 Meter
Pengamatan tim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan, ketebalan es di Pegunungan Jayawijaya, Papua Tengah menyusut secara drastis. Ketebalan es diperkirakan tersisa hanya empat meter.
Koordinator Bidang Standardisasi Instrumen Klimatologi BMKG Donaldi Sukma Permana mengatakan, data ketebalan es itu didapatkan berdasarkan pengukuran terhadap tongkat/stake ukur yang ditanam di Puncak Sudirman Pegunungan Jayawijaya. “Terakhir ada 14 stake yang sudah tersingkap artinya ketebalan gletser diperkirakan tinggal empat meter,” kata dia.
Ketebalan es tersebut menyusut signifikan dibandingkan hasil pengukuran BMKG sebelumnya yaitu 32 meter pada tahun 2010, dan 5,6 meter pada medio November 2015- Mei 2016. “Hal ini juga disebabkan oleh El Nino kuat yang terjadi pada saat itu,” katanya.
Ia menjelaskan, hasil survei yang dilakukan pada bulan November 2024 juga menunjukkan penurunan luas permukaan es sangat drastis di Puncak Sudirman. Luas es menyusut menjadi 0,11 – 0,16 kilometer persegi dari sebelumnya pada tahun 2022 luas es tercatat sekitar 0,23 kilometer persegi.
Penipisan ketebalan es dan dinamika cuaca menjadi tantangan tersendiri bagi tim survei gabungan antara BMKG bersama dengan PT Freeport Indonesia dalam melakukan pengukuran es pada puncak tertinggi ke tujuh di dunia itu. Pada 2010 saat survei mulai intens dilakukan, tim dapat leluasa melakukan pengukuran dengan cara traking atau menggunakan helikopter dan mendarat permukaan es. Namun sejak 2017 mereka mengandalkan analisa gambar visual dan pengamatan keberadaan stake untuk mengukur ketebalan es.
“Tetapi survei ini akan terus kami lakukan untuk mendokumentasikan es di Papua yang sudah dalam tahap yang sulit untuk mempertahankannya lagi,” kata dia.
BMKG menilai pencairan es di Pegunungan Jayawijaya merupakan salah satu bukti nyata dari perubahan iklim yang kini membuat bumi bersuhu lebih panas. Merujuk data Bidang Informatif Gas Rumah Kaca BMKG diketahui saat ini kenaikan suhu secara global melaju lebih cepat sudah mencapai kenaikan 1,45 derajat Celcius di atas suhu rata-rata masa pra-industri. Kenaikan suhu rata-rata di Indonesia mencapai 0,15 derajat Celcius per 10 tahun.
Koordinator Sub Bidang Informatif Gas Rumah Kaca BMKG Albert C. Nahas mengatakan, laju peningkatan ditemukan di wilayah Kalimantan, Sumatera bagian selatan, Jakarta dan sekitarnya, Sumatera bagian utara kemudian di Papua Pegunungan dan juga sebagian kecil Sulawesi.
Menurutnya, kalau melihat dari historis suhu ini jika diproyeksikan ke depannya dengan penyederhanaan 0,15 derajat per 10 tahun maka di pertengahan abad 21 ini Indonesia sudah akan melampaui batas 1,5 derajat yang sering dijadikan ambang batas untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.*