FAO dan KKP Kolaborasi Jaga Ekosistem Air Tawar lewat Program IFish

Rezza Aji Pratama
28 Februari 2025, 11:33
Tim FAO dan KKP melepaskan sidat di perairan di Cilacap dalam program IFish untuk menjaga ekosistem air tawar.
FAO
Tim FAO dan KKP melepaskan sidat di perairan di Cilacap dalam program IFish untuk menjaga ekosistem air tawar.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Food and Agriculture Organization (FAO) berkolaborasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan mempertahankan ekosistem kritis air tawar di Indonesia melalui proyek iFish yang sudah berjalan selama tujuh tahun.

Kepala Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor-Leste, Rajendra Aryal mengatakan proyek ini sudah berjalan sejak 2017 hingga 2024 dengan dukungan pendanaan dari Global Environment Facility (GEF). Selama proyek tersebut, IFish berhasil mengembangkan 15 kebijakan nasional dan regional yang mengatur lebih dari 11.800 kilometer persegi ekosistem air tawar kritis di Jawa, Kalimantan, dan Sumatra. 

"Kami telah membuktikan bahwa konservasi keanekaragaman hayati dan pertumbuhan ekonomi dapat berjalan beriringan,” katanya dalam keterangan resmi. 

IFish juga memberikan pelatihan kepada lebih dari 10.500 masyarakat lokal terkait akuakultur berkelanjutan, pemantauan keanekaragaman hayati, serta pengolahan pasca-panen. Salah satunya dilakukan dengan mendukung ketetapan zona larangan tangkap di masyarakat adat Lubuk Larangan di Kabupaten Kampar, Riau.

Kepala BPPSDM KKP, I Nyoman Radiarta, menyoroti pentingnya pendekatan kolaboratif. Ia menyebut perikanan darat adalah sumber daya yang harus dikelola dengan bijak. “Ke depan, kami akan terus memperkuat sinergi lintas sektor agar manfaat dari proyek ini dapat diperluas ke wilayah lain," ujarnya. 

Proyek ini juga memperkenalkan model pengelolaan berbasis komunitas di lima wilayah. Ini misalnya pengembangan sidat di Cilacap dan Sukabumi, arwana dan perikanan beje di Barito Selatan dan Kapuas, serta belida Kampar. Selain itu, IFish juga mendukung keberlanjutan ekosistem air tawar dengan komitmen pelepasliaran 2,5 persen hasil budidaya sidat ke perairan umum. 

“IFish juga berkontribusi dalam pengembangan jalur ikan berkelanjutan pertama di Indonesia untuk melindungi spesies ikan migrasi seperti belut dari risiko kepunahan,” kata Aryal. 

Inisiatif ini  telah diadopsi dalam proyek infrastruktur sungai dan jadi bagian pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM)  Kertamukti di Sungai Citatih Kabupaten Sukabumi. 

Dengan berakhirnya proyek IFish, FAO dan KKP berharap praktik dan kebijakan yang telah  dikembangkan dapat direplikasi di wilayah lain di Indonesia. Acara diseminasi hasil proyek yang diadakan di Jakarta menjadi momentum bagi pemerintah, akademisi, LSM, dan sektor swasta  untuk memperluas upaya konservasi ini ke tingkat yang lebih luas. 

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menegaskan bahwa  keberlanjutan perikanan darat harus menjadi prioritas nasional. Ia menegaskan perikanan darat bukan hanya tentang produksi, tetapi juga tentang menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan  kehidupan masyarakat. 

“Kami akan terus mendorong kebijakan yang mendukung perikanan darat yang lestari dan berdaya saing," ujarnya. 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Rezza Aji Pratama

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...