Kemenhut: Banjir Jabodetabek karena 4 Daerah Aliran Sungai Tidak Bisa Serap Air


Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mencatat bencana banjir dan tanah longsor pada awal Maret 2025 terjadi akibat empat daerah aliran sungai (DAS) yang tidak mampu menyerap air hujan secara maksimal.
Direktur Jenderal Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH), Dyah Murtiningsih, mengatakan bencana hidrometeorologi yang terjadi di kawasan Jakarta, Bogor, Tanggerang Bekasi (Jabodetabek) bukan hanya dipengaruhi rusaknya hulu DAS Ciliwung.
“Kami perlu sampaikan bahwa keempat kejadian itu berada pada DAS yang berbeda,” ujar Dyah dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis (20/3).
Dyah menjelaskan, peristiwa banjir yang terjadi di daerah Puncak, Bogor dipengaruhi oleh DAS Ciliwung. Sedangkan banjir di Bekasi dipengaruhi DAS Kali Bekasi. Kemudian untuk longsor di Batu Tulis, Bogor terjadi di DAS Cisadane dan, banjir di Tangerang Selatan terjadi di wilayah DAS Kali Angke Pesanggrahan.
Dia mengatakan, kawasan hutan yang berada di DAS empat sungai tersebut tinggal menyisakan 12,23% dari keseluruhan wilayah DAS.
“Luas kawasan hutan di empat das tersebut itu sekitar 47.705 atau 12,23 persen dari luas total itu adalah di kawasan hutan,” ujarnya.
Ia mengatakan sebagian besar banjir yang terjadi di wilayah Jabodetabek terjadi di areal penggunaan lain (APL). Dimana, sebagian besar tutupan lahan di keempat DAS berupa pemukiman.
Adapun total luasan pemukiman di kawasan DAS Ciliwung sebesar 61,78%, DAS Cisadane sebesar 25,65%, DAS Kali Angke Pesanggrahan sebesar 83,37%, dan DAS Kali Bekasi sebesar 41,85 %. Pada empat DAS tersebut terdapat lahan kritis di dalam kawasan hutan seluas 13.955 hektare (Ha) dan 23.435 ha diluar kawasan hutan yang berdampak terhadap meningkatnya limpasan dan juga memicu erosi serta sedimen di alur sungai.
“Kemudian sedimen ini juga menyebabkan pendangkalan dan menurunkan kapasitas pengaliran di 4 sungai yang tersebar, kemudian juga di lahan kritis ini berada di medan yang tertoreh berat sehingga menyebabkan longsor dan menyebabkan pendangkalan sungai oleh material longsor,” ucapnya.
Berdasarkan hasil kajian Kemenhut, Dyah mengatakan, banjir yang terjadi di Jabodetabek dikarenakan adanya alih fungsi lahan yang harusnya merupakan kawasan lindung menjadi APL. Hal ini menyebabkan lokasi yang seharusnya berfungsi sebagai resapan tersebut menjadi kedap air.
"Apalagi disebabkan juga oleh alur sungai yang juga menyempit,” ungkapnya.