Cagar Alam Penuh, Zimbabwe Beri Izin untuk Sembelih 50 Gajah
Pemerintah Zimbabwe telah mengeluarkan izin untuk menyembelih setidaknya 50 gajah di sebuah cagar alam yang memiliki gajah tiga kali lebih banyak dari yang dapat ditampung oleh habitatnya. Hal tersebut disampaikan oleh otoritas satwa liar Zimbabwe, pada Selasa (3/6).
Save Valley Conservancy di Zimbabwe selatan adalah rumah bagi sekitar 2.550 gajah. "Padahal, daya dukung suaka ini hanya cukup untuk 800 gajah," kata Otoritas Manajemen Taman dan Margasatwa Zimbabwe dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters, Selasa (3/6).
Konservasi tersebut telah memindahkan 200 gajah ke cagar alam lain selama lima tahun terakhir untuk mencoba mengelola populasi gajah.
Daging dari hasil penyembelihan itu akan didistribusikan kepada masyarakat setempat untuk dikonsumsi. Adapun gading dari gajah yang disembelih akan diserahkan kepada otoritas taman nasional.
Zimbabwe adalah rumah bagi salah satu populasi gajah terbesar di dunia. Perubahan iklim telah memperburuk konflik manusia-satwa liar karena gajah memasuki wilayah tempat tinggal manusia untuk mencari makanan dan air.
Negara di Afrika bagian selatan itu mengizinkan pemusnahan sekitar 200 gajah pada tahun lalu, yang pertama sejak 1988. Pada saat itu, pihak berwenang mengatakan mereka akan mendistribusikan daging dari pemusnahan tersebut kepada masyarakat yang terkena dampak kekeringan regional yang parah, tak lama setelah Namibia mengatakan akan melakukan hal yang sama.
Teknologi untuk Melacak Pergerakan Kawanan Gajah
Perkembangan gajah yang pesat di area-area konservasi di Zimbabwe menimbulkan masalah dan meningkatkan konflik dengan manusia.
“Kekeringan semakin parah. Gajah-gajah melahap sedikit hasil panen kami,” kata Senzeni Sibanda, seorang anggota dewan lokal dan petani, seperti dikutip oleh The Independent, pada Mei lalu. Ia merawat tanaman tomatnya dengan pupuk kandang di kebun komunitas yang juga mendukung program makanan sekolah.
Namun, kini mereka bisa menggunakan teknologi untuk melacak pergerakan kawanan gajah. Platform EarthRanger yang diperkenalkan oleh IFAW, melacak gajah yang dipasangi Global Positioning System (GPS) secara real time. Peta menunjukkan kedekatan mereka dengan zona penyangga—yang digambarkan pada peta digital, bukan dengan pagar—yang memisahkan taman dan konsesi perburuan dari tanah masyarakat.
Manajer operasi lapangan IFAW, Arnold Tshipa, memantau ikon yang bergerak di laptopnya sambil menunggu sarapan. Ketika sebuah ikon melintasi garis merah, menandakan pelanggaran, sebuah peringatan berdering.
“Kita akan dapat melihat interaksi antara satwa liar dan manusia,” kata Tshipa. “Ini memungkinkan kita untuk memberikan lebih banyak sumber daya ke daerah-daerah tertentu.”
Sistem ini juga mencatat insiden seperti kerusakan tanaman atau serangan terhadap manusia dan hewan ternak oleh predator seperti singa atau hyena, serta serangan balasan terhadap satwa liar oleh manusia. Sistem ini juga melacak lokasi penjaga masyarakat seperti Capon Sibanda.
