Standard Chartered Bahas Peluang Dekarbonisasi di ASEAN pada Ajang ISF 2024

Anshar Dwi Wibowo
Oleh Anshar Dwi Wibowo - Tim Publikasi Katadata
10 September 2024, 14:58
Standard Chartered
Dok Standard Chartered
Button AI Summarize

Standard Chartered belum lama mengadakan diskusi panel dengan tema Decarbonisation Opportunities in ASEAN pada ajang Indonesia International Sustainability Forum 2024 (ISF 2024). 

Ajang ini mempertemukan para pemangku kepentingan untuk membahas strategi yang dapat ditindaklanjuti guna mempercepat transisi menuju masa depan emisi nol-bersih di ASEAN.

Diskusi panel menampilkan sejumlah pakar dan pimpinan industri yakni Prashant Hampihallikar, Head of Corporate Investment Banking, Standard Chartered Indonesia dan Alice Carr, Executive Director, Public Policy and JETPs, Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ).

Selain itu, ada Srini Nagarajan, Managing Director and Head of Asia, British International Investment dan Neo Gim Huay, Managing Director, World Economic Forum. Diskusi dimoderatori oleh Dale Hardcastle.

Para panelis memberikan wawasan tentang bagaimana berbagai negara mengatasi tantangan untuk mempercepat transisi net-zero, dan sembari terus mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. 

Selain itu, diskusi ini juga menggali pentingnya menciptakan lingkungan kebijakan yang mendukung untuk memungkinkan terjadinya perubahan yang diperlukan. Para panelis berbagi contoh praktis tentang bagaimana kebijakan tertentu berhasil memobilisasi modal dan mengatasi tantangan dalam investasi ramah lingkungan.

Kolaborasi merupakan tema utama yang tergali dalam diskusi ini, dimana para panelis sepakat bahwa kerja sama regional sangat penting untuk mencapai tujuan keberlanjutan. Mereka mengeksplorasi bagaimana ASEAN dapat meningkatkan kolaborasi regional melalui inisiatif seperti pembagian energi lintas batas dan harmonisasi standar pasar karbon.

Panel ini menggarisbawahi bahwa meskipun ASEAN menghadapi tantangan unik dalam transisinya menuju perekonomian net-zero, terdapat peluang yang jelas untuk mempercepat kemajuan melalui kolaborasi strategis, inovasi kebijakan, dan investasi yang ditargetkan pada sektor-sektor yang berdampak besar.

Adapun acara ini dibuka oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati, Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia untuk Pendanaan Iklim Mari Elka Pangestu, Standard Chartered Group CEO Bill Winters, dan Cluster CEO, Indonesia and ASEAN Markets, Standard Chartered Rino Donosepoetro,.

Dalam pidato sambutannya Standard Chartered Group CEO Bill Winters menekankan bahwa salah satu kendala terbesar dalam transisi energi bukanlah adanya kekurangan dana, namun tantangan untuk mengarahkan modal ke tempat yang paling membutuhkan. 

Dirinya menjelaskan bahwa sejumlah perubahan kebijakan di ASEAN dan Indonesia telah membantu menciptakan kerangka standar untuk menjembatani kesenjangan antara investor dan proyek yang membutuhkan pendanaan. 

Bill menuturkan, pada dasarnya tugas pelaku industri bisnis adalah mendorong keterlibatan sektor swasta, bersamaan dengan kebijakan publik dan pendanaan publik. 

“Melalui kemitraan, kita dapat fokus pada hal-hal yang dapat memberikan dampak terbesar, dan saya yakin bahwa kita dapat menyelesaikan masalah eksistensial yang kita hadapi ini,” jelas Bill.

Standard Chartered sebelumnya telah mengumumkan komitmen untuk memobilisasi US$300 miliar dalam bentuk pendanaan keberlanjutan (sustainable finance) hingga tahun 2030. Selama periode Januari 2021 hingga September 2023, Standard Chartered secara global telah memobilisasi US$87,2 miliar untuk memenuhi komitmen tersebut, yang menunjukkan bahwa Standard Chartered berhasil mewujudkan ambisinya. 

Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati dalam sambutannya berujar, dengan keragaman perekonomian ASEAN, selalu ada peluang untuk mengatasi perubahan iklim. Namun, secara bersamaan selalu ada tantangan untuk memastikan bahwa setiap negara anggota ASEAN memiliki kemampuan dan kecukupan dana untuk mengatasi isu perubahan iklim. 

Menurutnya, dekarbonisasi di kawasan ASEAN juga harus memprioritaskan optimalisasi investasi publik dan swasta, karena upaya ini bisa memakan biaya yang sangat mahal. 

“Itulah sebabnya saya senang mengetahui bahwa taksonomi ASEAN untuk keuangan berkelanjutan dapat berfungsi sebagai kerangka kerja yang berharga bagi sektor swasta untuk berpartisipasi dalam upaya dekarbonisasi, terutama dalam mengadopsi praktik keuangan berkelanjutan yang dapat mendukung tujuan penghindaran perubahan iklim,” tuturnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan, menyebutkan sejumlah upaya pemerintah Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim seperti kerja sama dengan Singapura dalam perdagangan listrik ramah lingkungan yang diperkirakan akan menghasilkan investasi sebesar US$30-50 miliar dalam pembangkit listrik tenaga surya dan manufaktur solar PV. 

Indonesia juga akan memanfaatkan cadangan mineral penting yang dimilikinya, antara lain untuk menghasilkan produk bernilai lebih tinggi, seperti baterai untuk kendaraan listrik dan sistem penyimpanan energi baterai untuk sumber listrik intermiten. 

“Meskipun kami telah berupaya, kami tahu bahwa perjalanan ini masih jauh dari selesai. Kita tidak bisa melakukan ini sendirian. Kolaborasi sangat penting untuk memastikan bahwa teknologi yang diperlukan dapat diakses untuk mendorong pembangunan berkelanjutan di seluruh kawasan; dan investasi besar tersedia untuk mendanai inisiatif dekarbonisasi ini,” tuturnya.

Penyampaian Temuan Utama dari Laporan Southeast Asia Green Economy 2024

Diskusi panel diawali dengan presentasi temuan dari sebuah laporan bertajuk Southeast Asia’s Green Economy 2024 – Moving the Needle, yang dikeluarkan oleh Bain & Company, GenZero, Standard Chartered dan Temasek. 

Laporan yang sudah memasuki edisi kelimanya ini mengidentifikasi 13 ide investasi untuk dekarbonisasi yang menghadirkan peluang ekonomi hingga US$150 miliar pada tahun 2030. 

Ide-ide ini mencakup sektor-sektor seperti alam dan pertanian, listrik, transportasi, dan bangunan, untuk mengatasi tantangan-tantangan unik di kawasan ASEAN dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan kebutuhan transisi energi. Pemaparan laporan disampaikan oleh Dale Hardcastle, Partner, Bain & Company.

Laporan tahun ini juga mengidentifikasi lima aspek yang dapat mempercepat transisi hijau di kawasan Asia Tenggara: (1) insentif kebijakan yang lebih komprehensif, (2) mekanisme keuangan yang inovatif, (3) peningkatan investasi dari sektor swasta, (4) pengembangan proyek percontohan dan (5 ) kolaborasi  regional.

Laporan ini juga menunjukan keberhasilan Indonesia mencapai peningkatan skor indeks hijau tahun 2024 yang dibantu oleh kemajuan yang terlihat dalam emisi gas rumah kaca dan peluncuran JETP CIPP yang menguraikan prioritas dan rencana pendanaan untuk implementasi JETP. 

Indonesia juga mengalami peningkatan yang stabil sebesar 28% dalam investasi ramah lingkungan swasta di tahun 2023 dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, masih terdapat kesenjangan investasi dan upaya signifikan yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan investasi modal sebesar $108 miliar. 

Agar Indonesia dapat mempercepat pengembangan ekonomi hijau, laporan ini menyarankan upaya kolaboratif antara sektor publik dan swasta untuk pendanaan transisi, pengembangan penetapan harga karbon, dan upaya untuk menciptakan lingkungan yang kompetitif, seperti memanfaatkan ketersediaan mineral nikel yang berlimpah untuk memanfaatkan meningkatnya permintaan dari industri kendaraan listrik (EV).

Rino Donosepoetro, Cluster CEO, Indonesia and ASEAN Markets, Standard Chartered, menjelaskan, negara-negara ASEAN berada pada tahap transisi yang berbeda-beda, namun kawasan ini memiliki potensi yang sangat tinggi untuk melakukan aksi iklim dalam skala besar. 

Dengan mendorong kolaborasi dan memanfaatkan mekanisme keuangan yang inovatif, kita dapat mendorong transisi menuju perekonomian beremisi karbon rendah dan ramah lingkungan. 

Di Indonesia, Rino menjelaskan, Standard Chartered bangga dapat bermitra dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk mendorong penerapan JETP di Indonesia melalui pendekatan terstruktur untuk mendukung pencapaian SDG. 

“Kami sangat mengapresiasi upaya pemerintah Indonesia untuk terus mendorong transisi di Indonesia dan berterima kasih kepada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi atas kesempatan mendukung ajang ISF 2024,” katanya.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...