DPR Sebut Tak Ada Pensiun Dini PLTU, Singgung Pasokan Listrik


Anggota Komisi XII DPR RI, Ramson Siagian, mengatakan tak ada pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Ia mengatakan, pensiun dini PLTU bukan pilihan tepat untuk menjaga ketahanan energi di Indonesia.
Ramson mengatakan melakukan pensiun dini PLTU juga akan berdampak terhadap ketahanan energi di Indonesia di tengah target pertumbuhan ekonomi menjadi 8%.
“Kalau PLTU langsung dihapus, bisa-bisa kita defisit pasokan energi listrik, berbahaya itu,” ujar Ramson saat ditemui di gedung DPR RI, Rabu (23/4).
Dia menjelaskan pemerintah dan PT PLN (Persero) dapat menerapkan beberapa langkah untuk mengurangi dampak buruk dari PLTU. Salah satu langkahnya adalah dengan menunggu kontrak dari pengelola PLTU atau independent power producer (IPP).
Dengan menggunakan skema tersebut maka pemerintah tidak perlu menggelontorkan dana yang besar untuk memaksa pensiun PLTU yang masih produktif.
Ramson menjelaskan, ketika kontrak dengan IPP habis maka PLN memiliki dua alternatif terhadap PLTU tersebut, salah satunya adalah dengan pensiun. Selain itu, PLN juga dapat melanjutkan produksi dari PLTU jika memang diperlukan untuk memasok energi.
“Kalau permintaan masih tinggi, supply siap menyesuaikan," katanya.
Pilihan tersebut dapat dilakukan karena untuk membangun pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) membutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan menerapkan teknologi carbon capture and storage (CCS).
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM no. 10 tahun 2025 tentang Peta Jalan (Road Map) Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan. Salah satu yang dimuat dalam aturan tersebut adalah rencana pensiun dini PLTU.