KKP Bentuk Komite Nasional untuk Capai Target Kawasan Konservasi Laut di 2045


Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkomitmen untuk mencapai target konservasi laut nasional sebesar 30% dari total luas laut Indonesia atau sekitar 97,5 juta hektare pada tahun 2045. Target ini dikenal sebagai inisiatif 30 by 45 (30x45).
Sebagai langkah awal, KKP melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut membentuk Komite Nasional Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan dan Forum Nasional MPA-OECM.
Komite ini merupakan wadah kerja sama antara pemerintah dan organisasi konservasi laut untuk memperkuat pengelolaan kawasan konservasi dan mendukung pencapaian target nasional.
Kolaborasi ini melibatkan berbagai mitra dari Konsorsium MPA dan OECM, yang terdiri dari WWF Indonesia, Coral Triangle Center (CTC), RARE Indonesia, Konservasi Indonesia, Pesisir Lestari, dan Rekam Nusantara. Inisiatif ini juga mendapat dukungan dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).
Direktur Konservasi Ekosistem KKP Firdaus Agung menyatakan bahwa komite ini bertujuan menyusun rencana kerja nasional dan daerah terkait Visi Kawasan Konservasi 2045.
Selain itu, komite juga akan mendorong diseminasi informasi konservasi, memperkuat koordinasi lintas sektor, serta menyediakan data dan dukungan teknis untuk kegiatan monitoring dan evaluasi kawasan konservasi maupun Other Effective Area-Based Conservation Measures (OECM).
“Dengan terbentuknya komite ini, diharapkan akan tercipta tata kelola konservasi laut yang inklusif, partisipatif, dan berkeadilan, sehingga menciptakan rasa memiliki dan tanggung jawab bersama,” ujar Firdaus dalam keterangan tertulis, Kamis (15/5).
Executive Director Coral Triangle Center Rili Djohani menambahkan bahwa forum ini menjadi wadah penting untuk menjembatani koordinasi antaraktor konservasi. Ia menekankan pentingnya kerja sama dan pengelolaan berbasis data untuk menjamin perlindungan laut yang efektif.
“Melalui kerja sama dan pengelolaan berbasis data, Indonesia tidak hanya akan memperluas cakupan perlindungan laut, tetapi juga meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan yang berdampak bagi keanekaragaman hayati dan kesejahteraan masyarakat pesisir,” ujar Rili.
OECM Dukung Konservasi
Sementara itu, Vice President RARE Indonesia Hari Kushardanto menyoroti pentingnya pendekatan OECM dalam mendukung konservasi. Menurutnya, pemahaman terhadap OECM masih terbatas, padahal pendekatan ini berpotensi menambah sekitar 10 juta hektare kawasan konservasi yang berbasis pada inisiatif masyarakat dan wilayah adat.
“Selama ini, pencapaian target konservasi lebih banyak bergantung pada kawasan konservasi formal. Padahal OECM bisa memastikan berbagai inisiatif masyarakat tetap terlindungi dan berkelanjutan,” kata Hari.
Berdasarkan riset RARE Indonesia, banyak wilayah dengan nilai konservasi tinggi belum masuk dalam skema perlindungan formal, namun layak diakui sebagai OECM. Panduan pengakuan OECM yang tengah disusun diharapkan bisa mendorong tumbuhnya lebih banyak model konservasi berbasis komunitas dan kearifan lokal.
“Harapannya akan muncul lebih banyak lagi model konservasi berbasis komunitas, termasuk wilayah adat dan kearifan lokal yang selama ini telah berperan penting dalam menjaga laut,” ujarnya.