WHO: 1 dari 6 Penduduk Bumi Mengalami Infertilitas

Image title
5 April 2023, 18:43
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, saat mengumumkan penetapan darurat kesehatan global atas wabah virus corona, di Jenewa, Swiss, Kamis (30/1).
TWITTER @WHO
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengumumkan penetapan darurat kesehatan global atas wabah virus corona, di Jenewa, Swiss, Kamis (30/1).

Pada Senin (3/4) Badan Kesehatan Dunia atau WHO merilis laporan terbaru mengenai kesehatan reproduksi. Laporan itu menunjukkan ada persoalan infertilitas yang cukup serius, sebanyak 1 dari 6 orang dewasa di seluruh belahan bumi, mengalami persoalan kesuburan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan WHO, persoalan ini tidak memandang kondisi kesejahteraan masyarakat atau status pembangunan sebuah negara. Ini ditunjukkan dengan prevalensi kejadian di negara berpenghasilan tinggi sebesar 17,8%, hampir sama dengan prevalensi di negara berpenghasilan rendah sebesar 16,5%.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan laporan ini mengungkap satu hal penting bahwa infertilitas dapat dialami oleh siapa saja, tanpa membeda-bedakan. "Banyaknya warga dunia yang mengalami infertilitas menunjukkan persoalan ini harus menjadi perhatian utama dalam penelitian dan kebijakan kesehatan," kata dia.

KTT G20 INDONESIA 2022
KTT G20 INDONESIA 2022 (ANTARA FOTO/Media Center G20 Indonesia/Aditya Pradana Putra/nym.)


Pengertian dan Penyebab Infertilitas

WHO memberikan definisi infertilitas sebagai penyakit laki-laki dan perempuan yang ditandai dengan kegagalan untuk mencapai kehamilan setelah melakukan hubungan seksual tanpa pengaman secara teratur selama 12 bulan atau lebih. Sementara itu, Kementerian Kesehatan mendefinisikan infertilitas sebagai kondisi sel sperma dan sel telur gagal melakukan pembuahan, ketidakmampuan pasangan untuk menghasilkan keturunan setelah melakukan hubungan seksual selama 1 tahun tanpa kontrasepsi.

Infertilitas dibagi menjadi dua yaitu infertilitas primer dan sekunder. Infertilitas primer terjadi ketika pasangan tidak pernah memiliki anak atau tidak pernah terjadi kehamilan sama sekali. Infertilitas sekunder diartikan sebagai kondisi ketika pasangan telah memiliki setidaknya seorang anak, namun kesulitan untuk bisa hamil kembali.

Kemenkes membagi penyebab kemandulan pada laki-laki menjadi tiga faktor. Faktor pertama disebut sebagai faktor pretestikular yang berkaitan dengan gangguan hormonal yang dapat mempengaruhi pembentukan sperma. Faktor kedua adalah faktor testikular yang berkaitan dengan kesehatan pada testis. Lalu, faktor ketiga disebut post-testikular adalah faktor di luar testis setelah spermatozoa keluar dari tubulus seminiferus -- struktur jaringan di dalam testis laki-laki yang berfungsi untuk menghasilkan sel sperma.

Pada sistem reproduksi perempuan, WHO menyebutkan beberapa faktor yang dapat menyebabkan infertilitas antara lain:
- gangguan pada saluran tuba yang dapat disebabkan infeksi menular seksual (IMS), komplikasi aborsi yang tidak aman, sepsis pascapersalinan, dan operasi panggul.
- gangguan rahim seperti endometriosis, tumbuhnya fibroid, dan sebagainya
- gangguan ovarium, seperti sindrom ovarium polikistik dan gangguan folikel
- gangguan pada sistem endokrin yang menyebabkan ketidakseimbangan hormon reproduksi

Di luar faktor tersebut, WHO menyebutkan faktor gaya hidup dapat menjadi pendorong infertilitas, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Faktor gaya hidup yang dimaksud adalah merokok, mengkonsumsi alkohol berlebihan, dan paparan polutan, yang dapat menurunkan tingkat kesuburan.

Di Indonesia, data Kemenkes menunjukkan kejadian infertilitas sekitar 10-15%. Ini berarti ada 4-6 juta pasangan dari 39,8 juta pasangan usia subur yang mengalami gangguan kesuburan dan memerlukan penanganan lebih lanjut untuk mendapatkan kehamilan.

 


Negara yang Dihantui Nol Pertumbuhan Penduduk

Persoalan infertilitas yang dialami oleh sebagian penduduk bumi itu berkelindan dengan menurunnya pertambahan jumlah penduduk yang dialami sejumlah negara. Beberapa negara memasuki fase krisis, seperti Jepang.

Akhir Maret lalu, Reuters dan Japan Today melaporkan wisuda terakhir siswa sekolah menengah atas di utara Jepang, Yumoto Junior High. Yumoto menutup pintu gerbangnya untuk selamanya setelah 76 tahun menjadi salah satu pusat pendidikan bagi remaja di wilayah pegunungan utara Jepang. "Kami mendengar sekolah akan ditutup pada tahun kedua kami berada di sekolah ini, tapi saya tidak pernah membayangkan ini betul-betul terjadi," kata Eita Sato, 15 tahun, salah satu murid terakhir Yumoto, seperti dikutip dari Japan Today.

Yumoto bukan satu-satunya. Menurut data pemerintah Jepang, sekitar 450 sekolah ditutup setiap tahunnya. Jika ditotal, sejak 2002-2020 ada 9.000 sekolah di berbagai tingkat, yang sudah menutup pintu selamanya karena kekurangan siswa.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...