Kisah Vice, Berawal dari Media Skena Punk, Kini Dibayangi Kebangkrutan
Vice Media Group, induk perusahaan yang membawahi perusahaan media Vice dan Motherboard tengah bersiap mengajukan kebangkrutan. Kabar tersebut muncul di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja dan penutupan media di Amerika Serikat, salah satunya BuzzFeed News.
Wall Street Journal melaporkan Fortress Investment Group bakal mencapai kesepakatan untuk membawa Vice keluar dari kebangkrutan. Kesepakatan ini akan mengatur ulang susunan kepemilikan perusahaan, termasuk James Murdoch yang berinvestasi ke Vice pada 2019 melalui Lupa Systems.
James Murdoch merupakan putra taipan media terkenal asal Australia, Rupert Murdoch. Melalui News Corp, keluarga Murdoch memiliki sejumlah media ternama, termasuk Wall Street Journal, New York Post, The Sun, The Times, Fox News, dan The Daily Telegraph.
Sumber WSJ juga menyebut Vice memiliki valuasi US$ 400 juta atau setara Rp 6 triliun. Sedangkan pihak lain menyatakan angka realistisnya adalah di rentang US$ 300 juta hingga US$ 350 juta (Rp 4,5 triliun hingga Rp 5,25 miliar).
Di puncak kejayaannya, Vice pernah mencapai valuasi hampir US$ 6 miliar atau setara Rp 90 triliun. “Berkat daya tariknya di segmen audiens millenial,” tulis The Guardian, dilansir pada Kamis (11/5).
Berakar dari Skena Punk
Kisah Vice dimulai sejak 1994 sebagai majalah punk bernama Voice of Montreal di Montreal, Kanada. Pendirinya adalah Shane Smith, Suroosh Alvi, dan Gavin McInnes. Majalah ini fokus menulis isu musik rap, narkoba, dan punk, lengkap dengan foto yang provokatif.
Dua tahun kemudian, ketiga pendiri ini membeli percetakan majalah Alix Laurent dan mengganti produk mereka menjadi Vice. “ (Vice) Menjadi kata kunci untuk perbuatan dosa, kebiasaan buruk, dan bahasa kasar,” tulis World Press Institute.
Seorang pengusaha perangkat lunak asal Kanada tertarik berinvestasi di Vice pada akhir 1990-an. Dengan investasi US$ 1 juta, kantor pusat perusahaan pindah ke New York.
Kantor baru ini berhasil menerbangkan Vice sebagai media teranyar, menyasar warga metropolitan berusia 21 hingga 34 tahun. Lalu, media ini membuka cabang di London.
Terbang Tinggi lalu Jatuh
Naiknya tren jurnalisme video dan platform seperti YouTube pada 2006 menimbulkan ide di benak pendirinya, Shane Smith. Vice meluncurkan platform khusus video mereka bernama vbs.tv dengan Spike Jonze sebagai direktur kreatifnya.
“Kisah sukses ini membuat Vice kian menarik bagi perusahaan besar. Konsep konten berbayar mereka dalam bentuk video sama suksesnya dengan konten tulisannya.” tulis World Press Institute.
Begitu suksesnya media ini hingga bos Fox Corporation, Rupert Murdoch, menyebut Vice di cuitannya pada 2012. Dari catatan Guardian, cuitan ini diunggah setelah Murdoch mengunjungi kantor Vice dan ia menginvestasikan US$ 70 juta (Rp 1 triliun) kala itu. Ini setara dengan 5% saham Vice.
Who's heard of VICE media? Wild, interesting effort to interest millenials who don't read or watch established media. Global success.— Rupert Murdoch (@rupertmurdoch) October 13, 2012
Investor kedua yang melirik Vice adalah A&E Networks, perusahaan patungan antara Walt Disney dan The Hearst Corporation. Mereka membeli 10% saham Vice senilai US$ 250 juta.
Kesuksesan Vice dinilai hampir sama dengan BuzzFeed News yang tutup pada bulan ini. Salah satu staf Vice menyatakan pada The Guardian, kedua media ini memiliki "bumbu rahasia" sebagai persimpangan platform media, teknologi, dan konten yang melibatkan anak muda.
"Keadaan ini menarik investasi yang menggiurkan, hingga valuasinya meningkat. Selama lima tahun, keadaan Vice seperti ada di dekat matahari. Peningkatan kinerjanya terbang seperti Ikarus dan sekarang semuanya hangus terbakar," ujarnya dilansir dari The Guardian.
The New York Times menyebut Vice menyerah pada pasar perusahaan media yang sedang lesu alias bearish. Perusahaan telah mencoba bertahun-tahun untuk menghasilkan keuntungan tapi gagal secara konsisten untuk melakukannya.
Berkali-kali Vice kehilangan uang dan merumahkan karyawan. Pekan lalu, perusahaan bahkan menutup Vice World News, sebuah inisiatif pelaporan global yang mencakup konflik dunia dan pelanggaran hak asasi manusai. Penutupan divisi berita ini menjadi pukulan berat bagi karyawannya.
Redaksi Vice telah mengalami berkali-kali berganti kepemimpinan. Nancy Dubuc, mantan kepala eksekutif perusahaan keluar tahun ini setelah hampir lima tahun bekerja. Lalu, Jesse Angelo, presiden global dan hiburan perusahaan juga memutuskan cabut dari perusahaan.