IAEA, Badan PBB yang Mengurusi Penggunaan Nuklir untuk Perdamaian

Dini Pramita
29 Agustus 2023, 16:22
Kim Hong-ji Seorang mahasiswa Korea Selatan mencukur kepalanya t memprotes keputu Jepang untuk melepaskan air yang terkontaminasi dari pembangkit nuklir Fukushima yang lumpuh ke laut, di depan kedutaan Jepang, di Seoul, Korea Selatan.
ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Hong-ji/RWA/sa.
Kim Hong-ji Seorang mahasiswa Korea Selatan mencukur kepalanya t memprotes keputu Jepang untuk melepaskan air yang terkontaminasi dari pembangkit nuklir Fukushima yang lumpuh ke laut, di depan kedutaan Jepang, di Seoul, Korea Selatan.

Keputusan International Atomic Energy Agency (IAEA) yang membolehkan pembuangan limbah dari reaktor nuklir Fukushima ke Samudera Pasifik tak henti-hentinya menuai protes. Protes kali ini datang dari Forum Negara-Negara Kepulauan Pasifik.

Salah satu protes datang dari Perdana Menteri Negara Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare, yang mengeluarkan pernyataan keras setelah Jepang merealisasikan pembuangan nuklir ke laut. "Pelepasan limbah tersebut berdampak pada masyarakat, lautan, perekonomian, dan mata pencaharian kita," kata dia dikutip dari pernyataan resminya pada Selasa (28/8).

Protes lainnya datang dari penduduk di Republik Kepulauan Fiji. Ratusan penduduk Fiji berbondong-bondong memenuhi jalanan Suva, Ibu Kota Fiji, untuk menyuarakan protes terhadap pembuangan limbah nuklir tersebut.

Para demonstran membawa berbagai poster, yang salah satunya bertuliskan, 'Nuclear-free sea!' dan 'Pacific Lives Matter'. Demonstrasi merupakan aksi massa yang sangat jarang terjadi di Fiji. Sebagian demonstran tersebut mendesak pemimpin Fiji untuk bersikap lebih tegas kepada Jepang terkait dengan pembuangan limbah nuklir ke Lautan Pasifik.

Baik Solomon maupun Fiji, merupakan negara-negara kepulauan yang berada di Lautan Pasifik. Mayoritas penduduk di kedua negara mengandalkan sumber daya lautan seperti sektor perikanan untuk hidup.

JAPAN-FUKUSHIMA/ANNIVERSARY
JAPAN-FUKUSHIMA/ANNIVERSARY (ANTARA FOTO/REUTERS/Athit Perawongmetha/wsj/dj)

Sejarah IAEA, Berawal dari Ketakutan Penyalahgunaan Nuklir

Mengutip dari situs web resmi IAEA, tokoh penting dalam pembentukan organisasi 'keselamatan' nuklir internasional ini adalah Presiden Amerika Serikat Dwight D. Eisenhower.

Satu ketika pada Desember 1953, dalam sebuah pidato berjudul, 'Atom untuk Perdamaian', sang presiden menyampaikan kekhawatirannya mengenai kekuatan nuklir yang ia sebut dapat meruntuhkan perdamaian dunia. Eisenhower berulang kali menyerukan kekhawatirannya mengenai era perang nuklir.

Dalam pidato di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa itu, ia mengatakan, "Dari segi kuantitas dan keragamannya, perkembangan senjata atom (nuklir) sangat luar biasa." Sebab itu, dalam pidatonya, Eisenhower meminta Majelis Umum PBB dapat meredakan ketegangan dunia akibat perkembangan teknologi nuklir.

Setelah itu, sebuah statuta dirancang sesuai dengan gagasan Eisenhower yang disetujui secara penuh oleh seluruh negara dalam perwakilan PBB. Pada Oktober 1956, statuta itu disetujui oleh 81 negara tanpa terkecuali.

Ratifikasi Statuta AS oleh Presiden Eisenhower, 29 Juli 1957, menandai lahirnya Badan Energi Atom Internasional (IAEA) secara resmi. Badan ini dirancang untuk mengawasi pergerakan teknologi nuklir dan penerapannya, termasuk penerapannya yang kontroversial seperti untuk senjata.

IAEA mengambil posisi sebagai organisasi “Atom untuk Perdamaian” dunia dalam keluarga Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sejak awal, organisasi yang berkedudukan di Vienna, Austria, ini diberi mandat untuk bekerja sama dengan negara-negara anggota PBB dan berbagai organisasi di seluruh penjuru dunia untuk mempromosikan teknologi nuklir yang aman, terjamin, dan damai.

Tujuan khusus dibentuknya IAEA, yang termaktub dalam Pasal II Statuta IAEA adalah untuk mempromosikan sekaligus mengendalikan atom. "Badan ini berupaya memperbesar kontribusi energi atom terhadap perdamaian, kesehatan dan kemakmuran di seluruh dunia," kata Eisenhower dalam konferensi pers di White House, Washington D.C., pada 29 Juli 1957.

Ia mengatakan melalui IAEA, setiap negara harus memastikan penggunaan atom atau nuklir tidak diperuntukkan untuk mencapai tujuan militer apa pun. Pada Oktober 1957, delegasi Konferensi Umum Pertama memutuskan untuk mendirikan kantor pusat IAEA di Wina, Austria.

IAEA juga memiliki dua kantor regional yang berlokasi di Toronto, Kanada (sejak 1979) dan Tokyo, Jepang (sejak 1984), serta dua kantor penghubung di New York City, Amerika Serikat (sejak 1957) dan Jenewa, Swiss (sejak 1979).

Badan ini menjalankan laboratorium khusus teknologi nuklir di Wina dan Seibersdorf, Austria, yang dibuka pada tahun 1961. Laboratorium lainnya berlokasi di Monaco.

Skema Kerja Sama Regional IAEA

Untuk mengawasi jalannya efektivitas perjanjian nuklir, IAEA memiliki empat wilayah kerja sama regional yang saling terikat. Keempat wilayah regional ini secara aktif melakukan komunikasi, berbagi informasi dan menyelenggarakan konferensi dengan negara-negara di dalam satu kawasan regionnya.

Keempat perjanjian itu:
1. African Regional Cooperative Agreement for Research, Development and Training related to Nuclear Science and Technology (AFRA) yang menaungi negara-negara di regional Afrika

2. Cooperative Agreement for Arab States in Asia for Research, Development and Training related to Nuclear Science and Technology (ARASIA) yang merupakan perjanjian kerja sama antara negara-negara Arab di Asia

3. Regional Cooperative Agreement for Research, Development and Training Related to Nuclear Science and Technology for Asia and the Pacific (RCA) yang merupakan perjanjian kerja sama regional negara-negara Asia

4. Regional Cooperation Agreement for the Promotion of Nuclear Science and Technology in Latin America and the Caribbean (ARCAL) yang merupakan perjanjian kerja sama untuk negara-negara di Amerika Latin dan Karibia

Dinamika Keanggotaan IAEA

Keanggotaan IAEA telah berkembang menjadi 171 negara anggota. Namun, terjadi pasang-surut yang terlihat dari mundurnya beberapa anggota.

Korea Utara, misalnya, yang telah menjadi negara anggota sejak 1974 sampai 1994, namun menarik diri setelah Dewan Gubernur mengumumkan ditemukan sejumlah pelanggaran perjanjian perlindungan yang dilakukan negara tersebut.

Nikaragua yang menjadi anggota pada 1957, di awal pembentukan IAEA, mengundurkan diri pada 1970. Namun berselang tujuh tahun kemudian, negara itu bergabung lagi menjadi negara anggota IAEA.

Honduras, negara berkembang di Amerika Tengah, yang bergabung sejak awal IAEA terbentuk, mengundurkan diri pada 1967. Namun, Honduras kembali bergabung pada 2003 ketika isu pengembangan nuklir dan pembangkangan terhadap Perjanjian Non Proliferasi Nuklir yang dilakukan Korea Utara menguat.

Kamboja menjadi negara keempat yang mewarnai dinamika keanggotaan IAEA. Bergabung sejak 1958, Kamboja mempertahankan status keanggotaan tersebut hanya sampai 2003. Gejolak politik dalam negeri serta serangan wabah flu burung membuat Kamboja sulit mempertahankan status keanggotaannya saat itu. Barulah pada 2009, Kamboja kembali bergabung menjadi anggota.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...