Mengenal Tanaman Kratom, Didukung Mendag Zulkifli Hasan Untuk Diekspor
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mendukung tanaman kratom untuk dijual ke pasar global. Ia tidak melarang ekspornya, selama membawa keuntungan petani dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Kalau ekspor itu jangan sampai ada kesulitan. Kalau susah, kami bantu agar cepat," kata Zulkifli pada Sosialisasi Kebijakan Permendag 22 tentang Produk Ekspor yang Dilarang di Jakarta, Kamis (31/8).
Zulkifli menyebut aturan soal ekspor seharusnya dipermudah. Dengan begitu, perdagangan Indonesia mengalami peningkatan dan perkembangan yang pesat.
"Bahkan menurut saya kalau tidak diperlukan enggak usah ada aturan, ekspor saja. Orang bisa dapat cepat, dapat duitnya. Karena saya mantan pedagang jadi kalau disusahin itu repot, jadi lebih cepat lebih bagus kalau ekspor," ujarnya.
Tanaman Kratom
Kratom merupakan tanaman herbal dengan nama latin Mitragyna speciosa. Di daerah Kalimantan, tanaman ini juga disebut dengan nama purik.
Melansir laman resmi Badan Narkotika Nasional (BNN), kratom awalnya tumbuh di dalam hutan, khususnya pada jalur Sungai Kapuas. Jumlah pohonnya menyentuh angka lebih dari 44 juta buah.
Kratom satu keluarga dengan tanaman kopi-kopian. Tinggi pohonya dapat mencapai 4 sampai 16 meter. Berdasarkan data Dinas Koperasi, UKM, dan Perdagangan Kabupaten Kapuas Hulu (2020), terdapat 18.120 petani kratom dengan luas lahan 11.225 hektare yang tersebar di 22 kecamatan.
Hasil identifikasi Pusat Laboratorium Narkoba BNN menyatakan kratom mengandung senyawa mitragyna dan 7-Hydroxymitragynine. Senyawa tersebut memiliki efek analgesik, anti-inflamasi atau pelemas otot.
Pada bagian daunnya pun terdapat metabolit sekunder golongan alkaloid, steroid atau terpenoid, serta saponin. Tanaman ini biasanya diolah menjadi teh, suplemen, kapsul, tablet, bubuk, hingga bentuk cair.
Penggunaan kratom sebagai obat telah dilakukan di berbagai negara, termasuk Malaysia, Myanmar dan Thailand. Di Kalimantan, kratom sudah dikonsumsi sejak dulu untuk meredakan rasa sakit, kelelahan, dan kesehatan kulit.
Tanaman ini juga dapat meredakan gejala fibromyalgia atau intoleransi stres serta rasa sakit. Pada dosis rendah, kratom dapat memberi efek peningkatan kewaspadaan, lebih aktif berbicara, dan rasa bahagia pada pemakainya.
Selain itu, kratom sering dimanfaatkan menjadi tanaman penjaga lahan serta penahan tanah longsor di sekitar aliran sungai.
Masyarakat mulai memanen dan menjual kratom dengan harga Rp 50 ribu per kilogram. Kratom bahkan mulai dibudidayakan sejak 2005 akibat tingginya minat masyarakat akan tanaman herbal ini.
Meski bermanfaat tapi kratom memiliki efek samping yang membahayakan jika tidak sesuai takaran. Tanaman ini dapat memicu halusinasi, khayalan, kebingungan, hingga sakau.
Tak hanya itu, jika digunakan dalam jangka panjang, kratom dapat mengakibatkan penurunan berat badan, bahkan insomnia. Efek kratom jika digunakan dalam dosis tinggi, mempunyai efek sedative-narkotika.
Lampu Hijau Ekspor
BNN menyatakan kratom belum diatur dalam Undang-Undang Narkotika sehingga regulasi pemerintah daerah pun belum bisa membatasi penggunaan kratom.
Namun, kratom direkomendasikan masuk dalam narkotika golongan I pada Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hal ini didasarkan dari efek kratom yang dapat memicu ketergantungan serta berbahaya bagi kesehatan, lebih berbahanya 13 kali lipat dari morfin.
Lambat laun, penggunaan kratom oleh masyarakat meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya petani tanaman biasa yang beralih menjadi petani kratom karena lebih menjanjikan secara ekonomi.
Melihat keadaan ini, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan mendorong Indonesia untuk bisa menguasai pasar dunia dengan pengoptimalan produk unggulannya. Terlebih adanya permintaan ekspor kratom dari Amerika Serikat.
"Enggak ada pilihan, harus menguasai pasar dunia. Thailand itu lebih kecil, rakyatnya lebih sedikit tapi ekspor buahnya merajai dunia," ujarnya.