OJK Tepis Kabar Bursa Karbon Sepi Peminat, Bukukan Perdagangan Rp 53,5 Miliar
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi menepis kabar sepinya transaksi di bursa karbon. Inarno mencatat nilai perdagangan di bursa karbon Indonesia mencapai Rp 35,30 miliar hingga 28 Maret 2024.
Menurut Inarno sejak bursa karbon diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 28 Maret 2024, tercatat 53 pengguna jasa yang mendapatkan izin. Adapun volume perdagangan di bursa karbon tercatat sebanyak 571.956 ton setara karbondioksida (tCO2e).
Ia merinci nilai perdagangan tersebut mencakup nilai transaksi 27,89 % di pasar reguler. Sedangkan 19,76 % perdagangan terjadi di pasar negosiasi. Adapun di pasar lelang, terdapat 52,35% transaksi dagang.
"Potensi bursa karbon ke depannya masih sangat besar," kata Inarno kepada wartawan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (22/7).
Sebelumnya, Inarno mencatat besarnya nilai perdagangan di bursa karbon Indonesia menjadi harapan. OJK mempertimbangkan terdapat 3.546 pendaftar yang tercatat di Sistem Registrasi Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dan tingginya potensi unit karbon yang ditawarkan.
Optimistis Capai 100 Pengguna Jasa Bursa Karbon
Bursa Efek Indonesia (BEI) optimistis bahwa jumlah pengguna jasa bursa karbon dapat mencapai lebih dari 100 pada 2024. Proyeksi tersebut telah memperhitungkan tercapainya integrasi sistem Apple Gatrik dengan sistem registrasi nasional pengendalian perubahan iklim (SRN-PPI).
“Target kami adalah penambahan 50, paling tidak. Artinya, kalau di akhir tahun kemarin itu 46, akhir tahun 2024 paling tidak 96, lebih dari 100 kami optmis,” ujar Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik beberapa waktu lalu.
Selain itu, Jeffrey mengatakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki peran krusial dalam perkembangan bursa karbon di Indonesia.
Kementerian ESDM bertanggung jawab sebagai penerbit sertifikat pengurangan emisi, sementara KLHK mengatur Sistem Registrasi Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI). Ia menyebut semua perdagangan unit karbon harus melalui proses registrasi di SRN-PPI.
Dengan demikian, Jeffrey berharap bahwa sinkronisasi antara sistem Apple Gatrik dan SRN-PPI akan berdampak positif dengan meningkatkan suplai di SRN-PPI di masa mendatang. Jika suplai di SRN-PPI meningkat, maka pilihan bagi permintaan di bursa karbon juga akan meningkat secara bersamaan.