BRI Respons Rencana Pemutihan Utang untuk 6 Juta Petani dan Nelayan dari Prabowo
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Sunarso mendukung rencana Presiden Prabowo yang akan melakukan pemutihan utang sebanyak lima sampai dengan enam juta petani dan nelayan.
"Intinya bahwa kebijakan hapus tagih untuk UMKM memang ditunggu oleh himbara (himpunan bank milik negara)," kata Sunarso dalam konferensi pers virtual BRI, Rabu (30/10).
Namun, Sunarso juga menegaskan yang palung penting dalam aturan hapus buku harus ada kriterianya. Misalnya kriteria seperti apa yang bisa dihapus tagih agar tidak menimbulkan moral hazard.
Jika aturan hapus buku ditetapkan, ia optimis hapus buku tidak menjadi hal besar sepanjang tidak terjadi moral hazard. Untuk itu pula, BRI sudah mengkalkulasi dampaknya terhadap kinerja keuangan BRI yang nanti masuk dalam perencanaan keuangan jika tahun depan kebijakan ini benar-benar diberlakukan.
"Sebenarnya yang paling penting dari kebijakan ini adalah pemutihan dari blacklist, agar orang-orang tersebut masih bisa berusaha, memiliki akses pembiayaan, dan bisa berusaha lagi," tuturnya.
Sunarso menilai bagi BNI, dengan memberikan kesempatan tersebut sehingga tidak dikategorikan sebagai kerugian negara.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo mengatakan pekan depan pemerintah akan menerbitkan Peraturan Presiden tentang pemutihan utang untuk 6 juta nelayan dan petani di Indonesia.
"Ada hutang dari krisis moneter 1998, ada yang dari 2008," kata adik kandung Presiden Prabowo Subianto itu di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (23/10).
Para petani dan nelayan yang berutang tersebut selama ini tidak bisa mendapatkan akses pinjaman ke perbankan. Setiap kali mereka masuk Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan, selalu ditolak.
"Kenapa? Karena utang Rp 10 juta, Rp 15 juta, Rp 20 juta. Semua utang ini sudah dihapusbukukan dan diganti oleh asuransi bank tapi hak tagihnya belum dihapus," ucap Ketua Satuan Tugas Perumahan itu.
Tanpa akses ke perbankan, para nelayan dan petani akhirnya meminjam dari rentenir dan pinjaman online alias pinjol. Kondisi ini, menurut Hashim, harus diubah.
"Minggu depan Pak Prabowo akan teken Perpresnya," katanya.