Nasib MYOR dan SIDO Imbas dari Penerapan Cukai MBDK


Emiten konsumer seperti PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO), diperkirakan akan terkena dampak dari kebijakan pemerintah yang berencana menerapkan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Kebijakan ini dijadwalkan mulai berlaku pada paruh kedua tahun 2025.
Investment Analyst Lead Stockbit Sekuritas, Edi Chandren, menilai bahwa Mayora Indah berpotensi terkena dampak paling besar dari penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Hal itu karena sekitar 25–30% pendapatannya berasal dari produk yang terdampak tersebut.
Selain itu, Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul (SIDO) justru terdampak paling kecil dengan eksposur sekitar 15–20% dari pendapatannya.
“Secara kuantitatif, estimasi dampak negatif cukai MBDK bagi profitabilitas perusahaan konsumer baru dapat dihitung setelah pemerintah merilis peraturan teknis perhitungan cukai,” tulis Edi dalam risetnya, dikutip Selasa (14/1).
Namun, Edi menyatakan bahwa dampak negatif dari cukai ini bisa diminimalkan dengan beberapa cara. Pertama, perusahaan bisa meluncurkan produk serupa dengan kandungan gula yang lebih rendah. Kedua, perusahaan dapat menaikkan harga jual produk untuk menutupi sebagian beban cukai tersebut.
Sebelumnya Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Nirwala Dwi Heryanto mengungkapkan cukai MBDK akan diterapkan demi menekan tingginya konsumsi gula dan dampaknya terhadap kesehatan, terutama diabetes, di Indonesia.
"Tentunya kita akan pasang threshold. Seberapa? Lagi digodok. Nanti akan dibahas di PP (peraturan pemerintah)," ujar dia, Jumat (10/1).
Selain PP, rincian mengenai cukai MBDK juga akan ditungkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) atau Peraturan Direksi Jenderal (Perdirjen). Beleid itu, tutur Nirwala, bakal merinci jenis produk yang terkena cukai, mekanisme pembebasan, hingga pengawasan.
Pemerintah Diminta Tunda Cukai MBD
Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia Falianty mendesak pemerintah agar tidak menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada tahun depan.
Hal ini dikarenakan pemerintah akan memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% pada 1 Januari 2025. Untuk itu, lebih baik pemerintah menunda atau memberlakukan pungutan cukai minuman manis kemasan pada 2026. Telisa menyoroti nasib produsen minuman manis kemasan jika kebijakan cukai MBDK diberlakukan bersamaan dengan PPN 12% pada awal 2025.
“Ini kasihan (para produsen), ada sosialisasi satu tahun itu lebih bagus” kata Telisa usai menjadi pembicara untuk Ujian Kompetensi Wartawan (UKW) dikutip Sabtu (21/12).
Pihaknya telah berdiskusi dengan asosiasi produsen dan mereka mengeluhkan ketidakpastian waktu penerapan cukai tersebut. Hal ini akan akan memengaruhi perencanaan produksi mereka.
Para produsen tersebut juga mengkhawatirkan adanya potensi peningkatan biaya produksi yang akan berdampak pada kenaikan harga jual produk mereka karena hal tersebut akan menurunkan minat konsumen untuk membeli dan akhirnya mengurangi jumlah permintaan. Dengan berkurangnya penjualan, maka target laba dan tingkat pertumbuhan tahunan (compounded annual growth rate/CAGR) perseroan juga sulit untuk dikejar.
“Biasanya, perusahaan harus punya target CAGR yang plus dan meningkat. Mereka takut CAGR-nya declining (menurun), itu yang paling ditakutin,” ucap Telisa.