Harga Saham BBRI Naik 3,3% Usai Umumkan Dirut Baru dan Bagi Dividen Jumbo

Ringkasan
- Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi 8% dalam lima tahun mendatang, memerlukan transformasi ekonomi dan kebijakan struktural.
- Transformasi ekonomi mencakup investasi pada SDM, reformasi birokrasi, penyederhanaan regulasi, dan mendorong hilirisasi industri.
- Pemberdayaan UMKM dan strategi fiskal yang berkelanjutan menjadi kunci dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkualitas tinggi.

Harga saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) naik pada perdagangan Selasa (25/3). Kenaikan terjadi setelah bank pelat merah itu menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar Senin (24/3).
Dalam RUPST tersebut pemegang saham BBRI menyetujui sejumlah kebijakan strategis seperti pengangkatan Hery Gunadi menjadi Direktur Utama menggantikan Sunarso.
Sebelum dipercaya memimpin BRI, Hery menjabat sebagai Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI sejak 2021. Meski begitu Hery bukanlah orang baru di dunia perbankan.
Melalui keterangan resmi Hery mengatakan siap mengemban amanah baru dengan sebaik-baiknya. Menurutnya, memimpin BSI maupun BRI memiliki kesamaan substansi yakni sama-sama membangun perekonomian bangsa dari segi industri perbankan, namun dengan sektor berbeda. Saat ini BSI bergerak di sektor perbankan syariah sedangkan BRI lebih fokus pada segmen UMKM.
“Saya bersyukur bisa menjadi bagian dalam pembangunan ekonomi nasional khususnya di industri perbankan melalui berbagai pengalaman saya selama ini,” kata Hery seperti dikutip, Selasa (25/3).
Di industri perbankan Tanah Air, Hery bukanlah orang baru. Pria kelahiran Bengkulu ini memulai karir sebagai bankir di Bank Bapindo pada 1991.
Pada kurun waktu 1998-1999, Hery menjadi anggota Tim Merger yang membidani lahirnya Bank Mandiri. Kala itu, saat krisis ekonomi melanda, pemerintah menggabungkan empat bank yaitu Bank Bapindo, Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, dan Bank Exim menjadi bank baru, yaitu Bank Mandiri.
BRI Bagikan Dividen Jumbo
Keputusan lain yang ditetapkan dalam RUPS adalah pembagian dividen untuk laba tahun buku 2024 senilai Rp 51,74 triliun. Dengan jumlah ini pemegang saham akan mendapatkan setara Rp 343,4 per lembar saham.
Rasio dividen yang dibagikan BRI kepada pemegang sahamnya yakni 85,32%. BRI sebelumnya melakukan pembayaran dividen interim tahun buku 2024 sebesar Rp 135 per lembar saham dengan total nilai mencapai Rp 20,33 triliun pada Januari. Dengan begitu dividen final yang akan diterima adalah Rp 208 per lembar saham.
Pada 2024 BBRI membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik sebesar Rp 60,15 triliun. Berdasarkan laporan keuangan BRI di media massa, perusahaan mencatatkan kerugian penurunan nilai aset atau impairment Rp 41,75 triliun pada 2024, naik dari tahun sebelumnya Rp 29,52 triliun.
Bank pelat merah ini mencatatkan pendapatan bunga Rp 199,26 triliun, pendapatannya naik dibandingkan sebelum Rp 181,21 triliun. Namun beban bunga BRI mencapai Rp 57,2 triliun, sehingga pendapatan bunga bersih yakni Rp 142,05 triliun.
Dari total nilai dividen tunai tersebut, BRI menyetorkan dividen kepada negara Rp 27,68 triliun. Jumlah ini termasuk dividen interim yang telah dibagikan pada 15 Januari 2025 sebesar Rp 10,88 triliun. Sedangkan sisanya dibayarkan secara proporsional kepada setiap Pemegang Saham yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham pada tanggal pencatatan.
Pembagian dividen jumbo BBRI ini juga menjadi sorotan lantaran investor kawakan Lo Kheng Hong turut kecipratan dividen dalam jumlah besar dari BRI. Saat ini Lo Kheng Hong tercatat memiliki saham hingga 64,63 juta di BRI. Dengan pembagian dividen ini, investor kawakan itu pun bakal mengantongi dividen hingga Rp 13,47 miliar.
Selain pembagian dividen, RUPST BRI 2025 juga menyetujui rencana BRI untuk melakukan pembelian kembali atau buyback saham dengan jumlah sebesar-besarnya Rp 3 triliun. Buyback dilakukan melalui Bursa Efek maupun di luar Bursa Efek, baik secara bertahap maupun sekaligus, dan diselesaikan paling lama 12 (dua belas) bulan setelah tanggal RUPST.
Langkah buyback ini diambil sebagai bagian dari strategi perusahaan untuk meningkatkan nilai pemegang saham dan mendukung program kepemilikan saham bagi karyawan. Buyback juga diyakini sebagai strategi untuk menahan fluktuasi harga saham di Bursa Efek Indonesia.