Pandu Sjahrir Ungkap Kesiapan Danantara Jadi Liquidity Provider di Pasar Modal

Nur Hana Putri Nabila
15 April 2025, 07:13
Danantara
Katadata/Fauza Syahputra
Chief Investment Officer (CIO) Danantara Pandu Patria Sjahrir menyampaikan paparan saat konferensi pers "Meet The Team Danantara Indonesia" di Jakarta, Senin (24/3/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara disebut tengah menjajaki peluang untuk menjadi penyedia liquidity provider (LP). Adapun Danantara mencakup 18 saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang kini telah menjadi perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia (BEI). 

Chief Investment Officer (CIO) Danantara, Pandu Sjahrir mengatakan, pihaknya tengah mendiskusikan untuk menjadi penyedia likuiditas pasar modal. Menurutnya, saat ini pasar modal dibagi menjadi dua unsur, yakni pergerakan harga saham dan ekuitas atau nilai saham yang dimiliki investor.

“Jadi tentu nanti kami lihat dari hasil dividen, kami parking di mana, ya bisa saja salah satunya di sana (pasar modal),” kata Pandu kepada wartawan di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), seperti dikutip Selasa (15/4). 

Di samping itu, ia mengatakan dividen yang diterima dari Danantara kemungkinan besar akan ditempatkan terlebih dahulu di pasar modal. Meski begitu, Danantara juga telah menyiapkan sejumlah proyek prioritas untuk tujuan investasi ke depannya.

Pandu belum menjelaskan secara detail sektor pasar modal mana yang nantinya akan dilepas. Ia menegaskan fokus utama Danantara saat ini adalah memperkuat portofolio investasi dan meningkatkan keuntungan bagi BUMN.

“Sekarang kami juga sudah menguasai seluruh saham BUMN, termasuk yang sudah tercatat di bursa, kurang lebih ada 18 ya kalau saya enggak salah yang ada di pasar modal, ya kami lihat di sana,” tambah Pandu.

Danantara Berpotensi Kelola Dana hingga Rp 14 Ribu Triliun 

Laporan Center of Reform on Economics (CORE) Insight menyebut, total aset yang akan dikelola Danantara untuk diperkirakan mencapai Rp 14 ribu triliun. Kelolaan aset tersebut mencapai sekitar 60% produk domestic bruto (PDB) Indonesia pada 2024. 

Dengan kelola aset sebesar itu, Danantara akan menjadi sovereign wealth fund (SWF) terbesar di Indonesia, melampaui Indonesia Investment Authority (INA) yang pada 2024 mengelola dana hanya Rp 160 triliun. CORE pun menilai, keuangan Danantara diperkirakan melampaui aset yang dikelola oleh beberapa SWF lainnya, seperti Temasek Holdings dari Singapura, Khazanah dari Malaysia, Future Fund dari Australia, dan Korea Investment Corporation dari Korea Selatan.

CORE Insight menilai, Danantara memiliki dua potensi positif. Pertama, dapat merapikan aset-aset negara yang selama ini terbengkalai.

“Dengan pengelolaan yang efektif, profesional, dan transparan, aset-aset BUMN yang terpusat di Danantara berpotensi menjadi solusi kekurangan dana investasi di dalam negeri,” demikian laporan CORE Insight. 

 Kedua, Danantara dapat menyuburkan investasi dalam negeri dengan aset besar BUMN serta dividennya. Hal ini sesuai dengan target pemerintah untuk mengembangkan sektor prioritas sesuai kebutuhan pembangunan Indonesia.

Memicu Dampak Sistemik Sektor Keuangan   

Risko lain dari Danantara sempat diungkapkan pula oleh Center of Economic and Law Studies (Celios), yakni risiko sistemik keuangan. Danantara akan mengelola aset bank pelat merah seperti Bank Mandiri, BNI, dan BRI.  

Namun, belum ada regulasi yang secara khusus mengatur dampak potensial dari pengelolaan aset ini terhadap stabilitas sektor keuangan, terutama jika lembaga ini mengalami risiko gagal bayar. Celios mengungkapkan, risiko ini berpotensi membawa konsekuensi sistemik yang luas. Hal ini mengingat bank-bank BUMN termasuk kategori bank sistemik yang terhubung erat dengan berbagai sektor keuangan. 

“Jika terjadi gangguan likuiditas atau solvabilitas di Danantara, dampaknya dipastikan dapat merembet kepada bank BUMN dan mengancam stabilitas keuangan nasional,” tulis Celios.

Absennya regulasi khusus dari Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan juga memperbesar potensi risiko tersebut. Hingga kini, regulasi yang ada masih dalam format lama dan belum disesuaikan dengan model pengelolaan aset yang dilakukan oleh Danantara. 

Salah satu kelemahan utama dalam regulasi saat ini adalah belum adanya mekanisme perlindungan yang jelas terhadap dana pihak ketiga alias DPK yang dikelola oleh bank BUMN. Jika terjadi gangguan dalam pengelolaan aset maka akan menimbulkan ketidakpastian yang dapat berimplikasi pada kepercayaan nasabah, investor, dan mitra bisnis bank BUMN.



Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nur Hana Putri Nabila

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan